HARIAN MERAPI - Bagaimana mengatasi berbagai problema psikologis anak dalam perkembangannya. Sebagai orang tua, biasanya akan berekspresi cemas sekaligus heran melihat kebiasaan baru pada anak.
Anak yang kesehariannya nampak selalu ceria dan bergairah, tiba-tiba memperlihatkan
dirinya sebagai anak yang: (1) tiba-tiba menangis terus-menerus, (2) berbicara gagap atau gangguan bicara yang lain,
(3) mengompol lagi, meskipun usianya sudah di atas tiga tahun, (4) berkata kasar atau kotor (jorok), (5) menjadi galak (impulsif), suka memukul teman, merampas permainan teman
dan sejenisnya,
Baca Juga: Mendahulukan mengganti puasa Ramadhan atau Puasa 6 hari Syawal? Ini 3 penjelasannya
(6) suka mengemut jari atau mempermainkan kemaluan sendiri, (7) suka menggaruk-garuk tubuh, (8) suka mengambil (mencuri) makanan atau mainan milik teman, (9) suka
berbohong/berdusta, (10) menjadi pemalu atau senang mengisolir diri,
(11) suka merokok atau anak perempuan mengotori kuku tangan dengan tinta merah atau warna lain, serta (12) suka mengotori tangan, wajah, atau pakaian yang dikenakan, itu sinyal bagi orangtua untuk memperhatikan secara khusus akan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya.
Kondisi seperti ini merupakan ekspresi emosional anak yang barangkali disebabkan oleh
berbagai faktor yang mempengaruhi baik lahir maupun batin mereka. Faktor-faktor yang
mempengaruhi problema psikologis pada anak antara lain:
(1) faktor genetik: riwayat keluarga dengan problema psikologis, (2) faktor lingkungan: lingkungan yang tidak mendukung atau tidak aman, (3) faktor sosial: kesulitan berinteraksi dengan orang lain atau merasa tidak diterima, dan (4) faktor ekonomi: Keterbatasan sumber daya ekonomi atau kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
Cara praktis untuk menanggulangi kebiasaan baru anak yang berkonotasi negatif itu menurut
Jaudah Muhammad Awwad dalam bukunya: “Minhaju al-Islam fi at-Tarbiyati al-Athfal” adalah
dengan jalan mencermati berbagai jenis emosi yang muncul dan berusaha menemukan berbagai hal yang diduga menjadi penyebabnya; yakni:
Pertama, mengatasi rasa takut anak. Rasa takut pada anak merupakan naluri manusiawi
sebagaimana naluri/instink yang lain. Misalnya naluri makan, minum, buang hajat, tidur, sedih,
bahagia, dan lain-lain.
Ketakutan itu muncul biasanya ketika anak merasa diri dan eksistensinya terancam, misalnya karena penganiayaan atau kepedihan yang datangnya tiba-tiba. Perasaan takut ini dapat berkembang menjadi rasa rendah diri/minder, canggung, khawatir dan cemas.
Untuk mengatasi rasa takut pada anak ini, orang tua dan guru di sekolah dapat memberikan
pembiasaan yang positif padanya; (1) membiasakan mengadakan pemeriksaan atau pengobatan fisik atau latihan olahraga secara rutin untuk memperkuat otot-otot,
Baca Juga: Begini cara mencegah kaki bengkak selama perjalanan mudik
(2) meluruskan imajinasi anak dan menghilangkan khayalan yang menakutkan; misalnya bayangan tentang hantu, setan atau binatang serta meyakinkan kepada anak-anak bahwa semua itu tidak akan membahayakan tanpa seizin Allah SWT,