HUKUM dan politik hubungannya sangat erat, bahkan tak bisa dipisahkan. Hukum adalah produk politik. Undang-Undang misalnya, dibikin oleh lembaga politik yakni DPR bersama presiden. Setelah disahkan jadi UU maka semua orang, termasuk para pembuatnya.
Bahkan, bisa menjerat pembuatnya sendiri. Contoh konkret, UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dibuat DPR bersama Presiden ternyata ampuh untuk menjerat para pejabat negara, termasuk anggota DPR yang membuatnya.
Ilustrasi di atas hanya ingin menunjukkan betapa eratnya hubungan antara politik dan hukum. Bahkan, Prof Dr Moh Mahfud MD pernah menuliskan dalam bukunya tentang hubungan antara politik dan hukum yang kemudian ia beri judul Politik Hukum.
Baca Juga: Ledakan di Rumah Sakit Eka Hospital Serpong, Kota Tangerang bikin panik, ternyata ini sumbernya
Akhir-akhir ini kosa kata tersebut sering disebut-sebut dalam perbincangan masyarakat, baik di ruang formal maupun informal, bahkan di warung angkringan.
Ini menyusul diperiksanya Muhaiminn Iskandar atau Cak Imin oleh KPK terkait kasus korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia di Kemenaker. Meski Cak Imin diperiksa sebagai saksi, namun aroma politik dalam pemeriksaan tersebut sulit ditutup-tutupi.
Walaupun Menkopolhukam Mahfud MD telah mengatakan pemeriksaan tersebut murni masalah hukum, tak serta merta masyarakat percaya. Mengapa momentumnya tepat ketika Cak Imin dideklarasikan sebagai cawapresnya Anies Baswedan ? Tak hanya itu, kasus tersebut sebenarnya sudah muncul pada tahun 2012, dan menghasilkan tiga tersangka, lantas mengapa baru sekarang Cak Imin diperiksa.
Baca Juga: Sertifikat kompetensi menjadi dokumen penting untuk melangkah ke jenjang pekerjaan
Masyarakat sudah sangat paham, batas antara saksi dan tersangka sangat tipis. Seseorang awalnya dijadikan saksi, namun kemudian dinaikkan statusnya sebagai tersangka, itu hal yang selama ini sering terjadi.
Tak ada yang menjamin Cak Imin seterusnya dijadikan saksi. Pemeriksaan kasus korupsi di tengah ramainya bursa kandidat cawapres, nampaknya sulit dipisahkan dengan kepentingan politik, termasuk dalam pemeriksaan Cak Imin.
Kasus ini sudah sepuluh tahun lebih, mengapa baru sekarang diangkat ? Sepatutnya Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan kepada publik, jangan hanya melalui juru bicaranya. Jangan biarkan masyarakat berspekulasi dan menduga-duga yang justru merugikan nama baik KPK.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ajak Menteri Nikmati Pemandangan Pagi di IKN
Membuktikan ada politisasi dalam kasus di Kemenaker tentu tidak gampang, namun bisa dirasakan. Namanya saja tahun politik, semuanya bisa dipolitisasi. Padahal penegakan hukum seharusnya steril dari kepentingan politik, begitu idealnya. (Hudono)