BISNIS kavling tanah marak di DIY. Apalagi di lokasi yang dianggap strategis, kavlingan tanah sangat laku dijual. Namun, konsumen perlu hati-hati, teliti sebelum membeli. Harus dipastikan semuanya, baik status objek maupun pemiliknya. Jangan sampai menyesal di kemudian hari.
Baru-baru ini Polda DIY mengungkap penipuan jual beli tanah kavling di kawasan Purwomartani, Kalasan Sleman. Sembilan orang menjadi korban penipuan oknum tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai pengembang.
Umumnya korban telah menyetor uang hingga 80 persen kepada pengembang dengan janji segera balik nama. Untuk lebih meyakinkan, para korban dibawa ke notaris dan dibuatkan akta jual beli. Sang notaris pun mengatakan tanah tersebut tidak bermasalah.
Baca Juga: Wakil Ketua KPK Johanis Tanak disidang Dewas, ini keputusannya
Makin yakinlah sembilan orang tersebut untuk menyetor uang muka atau DP kepada pengembang, BP (36), hingga 80 persen, total senilai Rp 3,5 miliar. Namun, begitu uang disetor kepada BP, tak ada kelanjutan proses jual beli tersebut, karena yang bersangkutan kabur entah ke mana. Proses tersebut sudah berlangsung hingga tiga tahun, hingga para konsumen tersadar telah menjadi korban penipuan BP. Mereka kemudian melapor ke Polda DIY.
Kesembilan konsumen ini agaknya terlalu berani berspekulasi, membayar DP hingga 80 persen. Uang muka sebenarnya hanya tanda jadi, sehingga tak perlu menyetor dalam jumlah besar. Barangkali, saking percayanya kepada BP, apalagi dikuatkan dengan keterangan notaris bahwa tanahnya tidak bermasalah, mereka berani membayar hingga 80 persen, bahkan ada yang sudah melunasinya.
Apa yang terjadi kemudian ? Ternyata itu hanyalah akal-akalan BP agar dipercaya konsumen. BP sebenarnya hanya menjualkan tanah yang bukan miliknya. Namun ia pun diduga telah mengelabui pemilik asli tanah tersebut. Menurut keterangan pemilik asli tanah, BP baru menyetor Rp 5 juta, setelah itu tak pernah lagi menyetor uang, malah kabur.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ajak Menteri Nikmati Pemandangan Pagi di IKN
Keterangan notaris mungkin benar bahwa tanah tersebut tidak bermasalah. Yang bermasalah bukan tanahnya, melainkan BP yang mengaku sebagai pengembang.
Para korban kaget setelah melihat tanah yang hendak mereka beli telah dipasangi papan iklan bahwa tanah tersebut dijual. Mereka sadar telah tertipu karena membeli pada orang yang salah.
Membeli tanah kepada makelar tentu boleh-boleh saja, namun ketika terjadi transaksi jual beli, semestinya langsung kepada pemilik asli. Pun kalau hendak memberi DP yang wajar saja, misalnya 5 atau 10 persen dari nilai tanah. Sehingga kalau hendak membatalkan transaksi, tak terlalu banyak merugi. (Hudono)