INI sungguh tragedi buat anak-anak. Seorang duda warga Bantul, BM (54) mengajak anak-anak usia belasan tahun berhubungan seks. Mereka terdiri atas pelajar mulai dari SMP hingga SMA/SMK serta jebolan pelajar.
Dengan iming-iming uang, mereka menjadi pekerja seks komersial (PSK) dengan bayaran mulai Rp 300 ribu hingga Rp 800 ribu. Mereka adalah korban prostitusi orang dewasa.
Tragisnya lagi, BM merekam adegan seksual saat berkencan dengan anak-anak tersebut. Kasus ini sebenarnya terjadi pada 2022 lalu, namun baru terungkap belakangan. Bagaimana bisa ?
Baca Juga: Spesifikasi Laptop Gaming Predator Triton 16 yang Diluncurkan Acer
Seorang guru kebetulan mengecek siswinya yang sering mbolos. Ia melihat HP siswi tersebut yang kemudian terungkap ada siswi lain di sekolah tersebut telanjang direkam.
Dari situlah kemudian sang guru mencecar siswi tersebut dan melaporkan ke polisi. Terbongkarlah mereka telah dijadikan budak nafsu BM. BM menyetubuhi mereka dengan bayaran bervariasi di apartemennya di kawasan Sleman. Ternyata korbannya mencapai 17 anak, bahkan diduga masih ada korban lain.
BM pun telah ditangkap polisi dan kini masih menjalani proses hukum. Menurut pengakuannya, ia sengaja merekam adegan tersebut untuk koleksi pribadi dan belum atau tidak ia edarkan ke media sosial. Tentu ini tragedi buat anak-anak. Bagaimanapun mereka adalah korban yang harus mendapat perlindungan.
Artinya, mereka tidak bisa disalahkan walau menerima uang karena telah melayani kebutuhan seksual BM. Lebih memprihatinkan lagi, mereka masih anak-anak, bahkan ada yang usia 13 tahun. Tindakan biadab BM tak bisa ditoleransi. Kasus ini sungguh merupakan kejahatan luar biasa dan pelakunya harus dihukum seberat-beratnya.
Kalaupun tidak dihukum mati, ancaman pidana sebagaimana disebut dalam UU Perlindungan Anak minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda maksimal Rp 5 miliar. Rasanya tidak ada hal yang meringankan. Bahkan pelaku dapat dikenai hukuman tambahan berupa kebiri, baik yang bersifat sementara maupun permanen.
Pelajaran penting dari kasus di atas, para orangtua dan guru tak boleh lengah, harus mengawasi semua aktivitas yang dilakukan anak. Memeriksa HP anak boleh dilakukan demi keamanan anak itu sendiri. Sekilas tindakan tersebut melanggar privasi, namun justru sebaliknya bisa menyelamatkan anak.
Bayangkan, bila guru tidak memeriksa HP siswinya, niscaya kasus pencabulan yang melibatkan BM tidak terungkap, atau terungkap ketika sudah terlambat. Hal paling penting, selamatkan masa depan anak. (Hudono)