KPK terus menelusuri harta kekayaan mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Terbaru, lembaga antirasuah ini menyita rumah mewah pembelian dari Grace Tahir. Dimungkinkan masih ada lagi harta kekayaan Rafael yang belum terdeteksi penyidik.
Seperti diketahui Rafael Alun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang nilainya puluhan miliar rupiah.
Padahal, berdasar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan ke KPK, jumlahnya tak sampai puluhan miliar.
Baca Juga: Lestarikan Kesenian Tradisional Jawa, Relawan Milenial Ganjar Gelar Pentas Jathilan di Gunungkidul
Dugaan kuat, tak hanya Rafael Alun yang punya modus penyamaran harta kekayaan. Rafael hanya salah satu contoh pejabat yang melakukan tindakan tak terpuji dan merugikan rakyat. Dimungkinkan masih ada lagi pejabat serupa yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.
Rafael Alun juga terungkap memiliki perusahaan konsultan pajak yang kemudian banyak kliennya yang diarahkan untuk menggunakan jasanya. Alhasil, uang mengalir ke Rafael Alun yang notabene sebagai pejabat Ditjen Pajak (saat itu). Inilah yang kemudian disebut sebagai gratifikasi, karena seharusnya uang tersebut masuk negara.
Bagaimana mungkin seorang pejabat Ditjen Pajak memiliki perusahaan konsultan pajak, mudah diduga akan terjadi konflik kepentingan. Antara lain, terjadi rekayasa dalam pembukuan perpajakan wajib pajak, bisa berupa pemotongan, bahkan penghapusan pajak. Nah tentu itu tidak cuma-cuma, melainkan ada kompensasi yang harus dibayar klien ke perusahaan Rafael.
Anehnya, mengapa baru sekarang KPK bertindak ? Bukankah sudah lama Rafael punya perusahaan konsultan pajak ? Andai tak ada kasus penganiayaan anaknya dan juga tak ada pamer kekayaan, boleh jadi kasus Rafael Alun yang bergelimang harta tidak terungkap.
KPK mestinya juga menelisik pejabat Ditjen Pajak lainnya, selain Rafael Alun, sebab bukan tidak mungkin modus yang diterapkan Rafael juga digunakan oleh pejabat lainnya.
Namanya penjahat akan selalu menggunakan berbagai cara untuk menyamarkan harta kekayaannya yang diperoleh dari tindak pidana. Sehingga, harta tersebut terkesan diperoleh secara halal, padahal dari hasil korupsi atau tindak pidana lainnya.
Baca Juga: Begini modus pelaku TPPO kelabui petugas Imigrasi, salah satunya berangkatkan korban secara terpisah
Divisi Pencegahan KPK hendaknya proaktif menelisik harta kekayaan pejabat, khususnya yang berada di bawah Kementerian Keuangan, apakah diperoleh secara halal atau haram. LHKPN menjadi pintu pembuka untuk menelisik harta kekayaan mereka. Bila jumlah hartanya ternyata lebih banyak dari yang dilaporkan, patut dicurigai terjadi penyimpangan. (Hudono)