KASUS bentrok saat takbir keliling di Jalan Monumen Perjuangan Potorono Banguntapan Bantul beberapa hari lalu berlanjut. Polisi telah menetapkan tiga orang tesangka kasus penganiayaan dan pembakaran sepeda motor.
Para tersangka dijerat Pasal 170 KUHP tentang perusakan barang dan orang yang dilakukan secara bersama di muka umum.
Tentu ini menjadi ironis, ketika umat Islam sedang menggemakan takbir tiba-tiba terjadi insiden antarkelompok takbir keliling.
Baca Juga: Jam Tangan Chronograph Tak Hanya Menunjang Penampilan, tapi Juga Miliki Fungsi Stopwatch
Hal ini dipicu salah seorang peserta yang naik truk dump meludahi peserta lain yang mengendarai motor. Aksi berlanjut dengan kejar-kejaran hingga berakhir penganiayaan dan pembakaran motor.
Warga yang berusaha melerai malah menjadi korban pengeroyokan. Memang agak sulit memahami peristiwa tersebut. Apalagi, kejadian memalukan itu, tak hanya melihatkan anak di bawah umur, tapi juga orang dewasa. Mereka tak bisa menahan emosi dan melakukan perusakan serta penganiayaan. Polisi tentu harus mengusut kasus ini hingga tuntas.
Artinya, tak perlu lagi menggunakan pendekatan diversi terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana lantaran aksinya sudah kelewatan. Membakar motor bukanlah aksi kenakalan biasa, melainkan kriminal yang harus diganjar hukuman setimpal, yakni lima tahun penjara.
Baca Juga: PDIP Akan Bertemu PPP Usai Deklarasikan Dukungan kepada Ganjar Pranowo
Sudah banyak polisi melakukan persuasi terhadap kasus kejahatan, terutama yang melibatkan dua kelompok bertikai. Namun, karena tidak ada efek jera, alangkah baiknya bila langsung diproses hukum pidana berdasar KUHP. Kasus di atas tentu tidak ada kaitan dengan sentimen agama, apalagi mereka mengumandangkan takbir yang sama, mengagungkan kebesaran Tuhan.
Lantaran tersulut emosi, mereka bertindak brutal dan tak lagi mengindahkan alunan takbir, terus melakukan penganiayaan dan membakar motor. Diduga aksi brutal itu pecah karena ada yang memprovokasi. Untuk itulah polisi harus memproses orang yang melakukan provokasi sehingga terjadi tindak pidana.
Dalam beberapa kasus, terutama bentrok antarkelompok, provokator selalu punya andil besar. Tanpa ada provokasi, kemungkinan tak terjadi bentrok dan mungkin hanya saling ejek. Kesucian takbir pun ternoda oleh ulah oknum peserta takbir keliling yang notabene bersumbu pendek, gampang tersulut dan gampang ngamuk.
Baca Juga: Barcelona Gagal Petik Poin Penuh Usai Digebuk Rayo Vallecano 1-2
Kiranya tak ada tempat untuk para perusuh. Ya, mereka bisa kita golongkan sebagai perusuh, karena melakukan penganiayaan serta perusakan barang di muka umum sebagaimana diatur Pasal 170 KUHP. Tak ada toleransi bagi perusuh. (Hudono)