Mawas diri merupakan langkah penting untuk mengurangi rasa marah.
Keempat, mengatasi timbunan amarah.
Baca Juga: Semarak Ramadhan 1444 H di lokasi kuliner, buka puasa bersama dimeriahkan live music
Ini bisa berarti menghadapi dan berbagi kepedihan dan penderitaan di masa kecil, termasuk yang baru dirasakan, yang diakibatkan oleh orang lain.
Trauma psikologis yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya akan selalu terbawa dalam perjalanan hidupnya.
Secara perlahan harus dapat mengurai timbunan permasaahan hidup yang pernah dialami yang merupakan sumber munculnya kemarahan.
Kelima, belajar mengekspresikan perasaan tanpa memendam atau melampiaskan.
Artinya kita perlu mengungkapkan apa yang perlu disampaikan secara jelas, yakin, baik dan
positif, tanpa menuduh, mengungkapkan dengan kata “aku”, bukan dengan “kau”.
Tanamkanlah dalam hati bahwa sumber peasaan marah yang ada pada dirimya besumber dari dirinya sendiri, bukan dari orang lain.
Baca Juga: Mencicipi Kue Manco, makanan khas Madiun yang penjualannya meningkat menjelang Lebaran 2023
Keenam, carilah penyaluran bagi energi marah.
Menyalurkan energi untuk melakukan sesuatu yang produktif di lingkungan kerja, rumah, lapangan olahraga, atau suatu ruangan.
Melakukan kegiatan-kegiatan sublimatif yang merupakan penyaluran dari energi marah yang
ada pada dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang bisa diterima oleh dirinya, orang lain, dan
masyarakatnya.
Tanamkahlah pada diri sendiri bahwa lepas kendali itu tidaklah baik; hal tersebut tidak “keren” melainkan memalukan.
Kalau seseorang dapat menerima kenyataan bahwa mereka mempunyai pilihan untuk tetap dapat terkendali dan jika mereka bisa menemukan cara aman untuk mengekspresikan kemarahan mereka yang terpendam, maka mereka dapat tetap terlihat “keren” seperti yang mereka idamkan.