Mengatasi kejahatan jalanan, proses hukum atau diversi ?

- Rabu, 29 Maret 2023 | 09:30 WIB
Bentuk sarung saat Perang Sarung yang dilarang Polres Salatiga.  (Dok Polres Salatiga )
Bentuk sarung saat Perang Sarung yang dilarang Polres Salatiga. (Dok Polres Salatiga )

PERANG sarung kembali marak di sejumlah wilayah DIY maupun Jateng. Bahkan, di Yogya, seorang pelajar luka parah akibat kena serangan sarung yang di dalamnya berisi benda-benda tumpul, seperti batu, logam dan sebagainya. Istilah perang sarung sebenarnya mulai dikenal beberapa waktu lalu khususnya saat bulan Ramadan.

Polisi tegas melarang perang sarung, tapi nyatanya aksi tersebut masih marak hingga saat ini. Peserta umumnya pelajar atau remaja. Mereka beraksi biasanya pada dini hari atau pagi hari saat umat muslim sedang makan sahur. Mengantisipasi hal itu, kepolisian pun mengerahkan ratusan personelnya untuk mencegah perang sarung.

Di Bantul misalnya, Polres mengerahkan 100 personel untuk mengantisipasi perang sarung. Pada dasarnya, perang sarung tak jauh beda dengan tawuran. Hanya saja, dalam perang sarung selalu menggunakan sarung dalam bertawuran, dan selalu saja sarung tersebut berisi batu atau benda lainnya, tujuannya untuk melukai lawan.

Baca Juga: Kunci Masih Nempel di Motor, Gelandangan Bawa Kabur Beat Milik Warga Kulon Progo

Apakah aksi ini bisa dikategorikan sebagai klitih ? Bisa saja, karena dalam perang sarung ini antarlawan tidak saling mengenal. Bahkan, mereka mencari lawan di jalan, tak peduli siapa lawannya. Karakteristik ini mengingatkan kita pada aksi klitih yang tak perlu motif untuk melakukan aksi. Bertemu siapapun, mereka siap untuk melukai.

Aksi semacam ini tentu sangat membahayakan, dan menjadi ironis ketika terjadi di Yogya yang notabene dikenal sebagai kota yang damai dan penuh persahabatan. Sedikit banyak aksi semacam ini juga akan mempengaruhi citra Yogya.

Bahkan, Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X angkat bicara dan meminta kepolisian menindak tegas aksi kekerasan jalanan. Sultan juga menyinggung relasi orangtua dan anak, sehingga terjadi aksi kekerasan jalanan yang melibatkan pelajar maupun remaja. Diduga para orangtua abai terhadap aktivitas anaknya, terutama di malam hari.

Baca Juga: Diduga Kuat Cabuli Atletnya Sendiri, Pelatih Gulat Bantul Akhirnya Ditahan Polisi

Kalau mau jujur, Sultan sebenarnya sudah memberi sinyal kuat agar kepolisian mengambil langkah tegas terhadap pelaku kejahatan jalanan, termasuk pelaku perang sarung. Langkah tegas ini semestinya diwujudkan dalam proses hukum yang profesional, dan tidak selalu menggunakan langkah diversi atau penyelesaian di luar hukum, meski pelakunya anak-anak.

Sudah terbukti, langkah diversi tidak membuat pelaku jera, bahkan sebaliknya makin menjadi-jadi. Dalam konteks itulah harapan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sangat relevan, sudah saatnya mengambil tindakan tegas, yakni proses hukum terhadap pelaku. (Hudono)

   

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Istri tidur di kos pria lain, ini akibatnya

Kamis, 8 Juni 2023 | 13:00 WIB

Kecil-kecil mahir mencuri, dari sini ia belajar

Selasa, 6 Juni 2023 | 12:00 WIB

Hak asasi manusia dalam Islam

Kamis, 1 Juni 2023 | 17:00 WIB

Hukum Sebagai Selimut Kejahatan

Selasa, 30 Mei 2023 | 13:50 WIB
X