KASUS mutilasi di penginapan kawasan Pakembinangun Sleman masih menjadi perbincangan hangat masyarakat. Pasalnya, aksi tersebut kelewat sadis, apalagi hanya gara-gara dipicu terlilit utang pinjol Rp 8 juta. Serendah itukah harga nyawa manusia bagi pelaku ? Tak hanya itu, pelaku bukan hanya membunuh korbannya, melainkan juga memutilasinya hingga menjadi 65 bagian.
Nampaknya ini kasus terbesar sepanjang sejarah mutilasi di Indonesia. Pelaku yang sudah mengenal korban, warga Kota Yogya, tega menghabisi nyawa dan memutilasinya hanya untuk menguasai hartanya guna melunasi utang pinjol.
Pelaku mungkin masuk kategori pembunuh berdarah dingin, karena dengan santainya mencacah-cacah tubuh korban menjadi bagian kecil-kecil dengan maksud agar lebih mudah membawanya untuk dibuang.
Baca Juga: DIY Siap Produksi Massal Becak Listrik, Sultan Beri Sejumlah Masukan
Kita mengapresiasi langkah kepolisian yang cepat menangkap pelaku di tempat familinya Temanggung. Pelaku pun mengakui terus terang perbuatannya. Lantas hukuman apa yang patut dijatuhkan kepada lelaki biadab ini ? Tak lain Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana penjara mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.
Kalangan aktivis HAM mungkin menentang hukuman mati karena dianggap melanggar HAM. Namun mereka lupa bahwa tindakan pelaku jauh melanggar HAM, yakni membunuh dan memutilasi korbannya. Aparat penegak hukum hendaknya tetap berpedoman pada aturan formal yang berlaku saat ini (hukum positif), yakni Pasal 340 KUHP tentang ancaman hukuman mati bagi pelaku pembunuhan berencana.
Bahwa ada yang tidak setuju, tentu wajar-wajar saja, karena memang dalam penerapan hukum tak bisa memuaskan semua pihak, ada yang setuju, ada pula yang menentang. Jika demikian, karena sudah menjadi putusan hukum, maka semua pihak harus menghormatinya. Demikian pula terkait kasus mutilasi yang melibatkan pelaku HP alias P (23) warga Temanggung, dipastikan ada yang setuju dan tidak setuju pada penerapan hukuman mati.
Baca Juga: Serang Korban Pakai Penggaris Besi Hingga Kepala Robek, 8 Pelajar Diamankan Polisi
Kalau kita cermati lagi kasusnya, pembunuhan itu didasarkan atas motif ekonomi, yakni HP ingin menguasai harta korban untuk melunasi utang pinjol Rp 8 juta. Tentu menjadi pertanyaan, bukanlah lebih baik tidak melunasi utang pinjol dengan segala risikonya, ketimbang membunuh ? Rasanya memang tidak sebanding utang Rp 8 juta dengan nyawa manusia. (Hudono)