Kelima, belajar mengekspresikan perasaan tanpa memendam atau melampiaskan. Artinya kita
perlu mengungkapkan apa yang perlu disampaikan secara jelas, yakin, baik dan positif, tanpa
menuduh, mengungkapkan dengan kata “aku”, bukan dengan “kau”.
Keenam, carilah penyaluran bagi energi marah. Menyalurkan energi untuk melakukan sesuatu
yang produktif di lingkungan kerja, rumah, lapangan olahraga, atau suatu ruangan.
Tips khusus manajemen kemarahan diri: kenali pemicu: (1) Identifikasi apa yang membuat
kamu marah, (2) Ambil napas dalam: Tarik napas dalam, tahan, lalu hembuskan perlahan, (3) Jeda sejenak: Berhenti sejenak sebelum bereaksi,
(4) Ekspresikan dengan baik: Ungkapkan perasaan dengan kata-kata yang tepat, bukan dengan kekerasan, (5) Cari solusi: Fokus pada mencari solusi, bukan hanya marah, serta (6) Lakukan relaksasi: Olahraga, meditasi, atau aktivitas yang menenangkan. Kemarahan adalah emosi normal, tapi penting untuk mengelolanya dengan baik.
Lepas kendali itu tidaklah baik; hal tersebut tidak “keren” melainkan memalukan. Ketika
seseorang dapat menerima kenyataan bahwa dirinya mempunyai pilihan untuk tetap dapat terkendali dan dapat menemukan cara aman untuk mengekspresikan kemarahan yang terpendam, maka seseorang dapat tetap terlihat “keren” seperti yang diidam-idamkannya.
Amarah memang merupakan bagian dari diri kita, tetapi tragisnya, seringkali konsekuensi dari amarah yang tak tertangani dengan baik itu jauh lebih serius daripada penyebabnya. *
Penulis : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Program Magister dan Doktor FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Dewan Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY