HARIAN MERAPI - Emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks pada diri seorang anak usia dini yang terdiri dari perubahan secara badaniah dalam bernapas, detak jantung, perubahan kelenjar serta kondisi mental seperti keadaan gembira yang ditandai dengan perasaan yang kuat dan juga disertai dengan dorongan yang mengacu pada suatu bentuk perilaku.
Emosi bisa dikatakan dengan sebuah kecerdasan karena dengan adanya emosi maka sesorang bisa berperilaku sesuai dengan apa yang sedang dirasakan sehingga tujuan dan kebutuhan bisa saling berhubungan.
Hal seperti ini yang harus selalu dipantau agar perkembangan emosi seseoramg bisa stabil dan tentu saja akan berdampak baik terhadap jalan hidup dan kehidupannya.
Baca Juga: Anggaran Sekolah Rakyat terbesar dialokasikan untuk pengadaan laptop dan seragam
Faktor lingkungan dalam proses belajar berpengaruh besar untuk perkembangan emosi, terutama lingkungan yang berada paling dekat dengan anak khususnya ibu atau pengasuh anak.
Thompson dan Lagatutta, menyatakan bahwa perkembangan emosi anak usia dini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan hubungan keluarga dalam setiap hari, anak belajar emosi baik penyebab maupun konsekuensinya.
Pengalaman hidup dalam lingkungan keluarga yang penuh kemesraan dan kehangatan itu akan dibawanya pada fase-fase perkembangan berikutnya.
Elizabeth Hurlock (seorang psikolog yang terkenal dengan teorinya tentang tahap perkembangan manusia) mengungkapkan proses belajar yang menunjang perkembangan emosi anak terdiri dari lima cara, yakni:
Baca Juga: PMI Kota Yogyakarta Tutup Bulan Dana Tahun 2024, Ini Jumlah yang Dikumpulkan
Pertama, belajar dengan cara meniru (learning by imitation). Belajar dengan cara meniru pada anak usia dini sangat efektif karena anak-anak pada usia ini cenderung belajar melalui observasi dan imitasi.
Dengan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. Dengan memahami cara anak usia dini belajar dengan cara meniru, orang dewasa dapat memfasilitasi
proses belajar yang efektif dan mendukung perkembangan anak.
Kedua, belajar dengan mempersamakan diri (learning by identification). Belajar dengan cara mempersamakan diri pada anak usia dini melibatkan proses identifikasi dan peniruan perilaku orang lain yang dianggap penting atau menarik bagi anak.
Di sini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat. Dengan memahami cara anak usia dini belajar dengan cara mempersamakan diri, orang dewasa dapat memfasilitasi proses belajar yang efektif dan mendukung perkembangan anak.
Ketiga, belajar melalui pengkondisian (conditioning). Belajar dengan cara pengkondisian (conditioning) diri pada anak usia dini melibatkan proses asosiasi antara stimulus dan respons. Metode ini berhubungan dengan aspek ransangan, bukan dengan aspek reaksi.