Tak gampang berantas premanisme, ini akar masalahnya

photo author
- Rabu, 21 Mei 2025 | 18:30 WIB
Ilustrasi: Petugas menunjukan barang bukti kejahatan premanisme  (Foto: Samento Sihono)
Ilustrasi: Petugas menunjukan barang bukti kejahatan premanisme (Foto: Samento Sihono)


UNGKAPAN dalam judul di atas gampang diucapkan, namun tak mudah dijalankan.
 
Memberantas preman hingga ke akar-akarnya adalah kerja besar yang butuh perencanaan dan strategi matang. Kok bisa begitu ?

Karena preman kini ada di mana-mana, baik di lingkup formal maupun informal, baik di jalanan maupun kantoran. Untuk yang disebut terakhir ini kita mengenalnya sebagai preman berdasi. Mereka hanya ongkang-ongkang di belakang meja sembari menunggu setoran dari anak buah.
 
 

Anak buah yang beroperasi di lapangan, itulah yang orang awam menyebutnya sebagai preman, padahal masih ada atasannya yang memberi perintah. Dalam razia, biasanya hanya anak buah yang ketangkap, sedang sang bos aman-aman saja.

Sekadar mengingatkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), preman adalah oang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan sering melakukan tindakan yang melanggar hukum (seperti pemerasan, pemalakan, atau perbuatan kriminal lainnya).

Hemat kita, tindakan mereka bukan masuk kategori pekerjaan. Namun, boleh jadi mereka menganggapnya sebagai pekerjaan lantaran dilakukan secara terus menerus dan meraih penghasilan, hanya saja caranya tidak halal.
 

Kita tak perlu berdebat soal istilah, karena yang lebih penting substansinya yakni melakukan kejahatan seperti pemerasan maupun pemalakan. Kalau mau jujur, perbuatan tersebut bisa terjadi di semua sektor, terutama bisnis dan keperdataan.

Sekadar menyebut contoh, orang yang hendak menagih utang meminta jasa debt collector.
 
Dalam praktiknya, penagih utang ini menggunakan cara kekerasan, misalnya menganiaya dan mengancam agar debitur melunasi utangnya. Cara tersebut jelas melanggar hukum dan dapat dituntut pidana. Tindakan debt collector ini lebih tepat disebut sebagai aksi premanisme, sedang orangnya disebut preman.
 

Lain soal bila debt collector menggunakan cara persuasif, tindakan ini tidak melanggar hukum. Pun dalam hukum perdata diperbolehkan menggunakan jasa penagih utang sesuai perjanjian.

Belakangan ini Polda DIY menggencarkan pemberantasan premanisme. Tak kurang polisi menangkap 26 tersangka dalam waktu delapan hari terakhir ini. Mereka bakal diproses hukum hingga ke pengadilan. Pertanyaannya, siapa orang di balik 26 orang yang telah dijadikan tersangka ini ?
 
Inilah yang harus diungkap. Sebab, boleh jadi mereka hanyalah anak buah di lapangan, sedangkan bosnya berada di balik layar. Ironisnya bila mereka tidak tersentuh hukum. (Hudono)
 
 
 
 
 
-
BalasTeruskan
 
Tambahkan reaksi

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X