Dan setiap akibat buruk akan mendatangkan sanksi atau hukuman baik dari Allah SWT maupun dari masyarakatnya. Fiman Allah SWT: ”Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka
selalu berbuat fasik.” (QS. Al-A’raf; 7:165).
Sifat-sifat yang harus dihindari oleh seorang muslim agar terpelihara harga dirinya, telah diajarkan oleh Nabi SAW dalam rangkaian do’a beliau: “Ya Allah, saya mohon perlindungan pada-Mu dari pada kelemahan, kemalasan rasa takut dan kekikiran. Juga pada kekafiran, kekufuran dan kefasikan, demikian pula ketulian, kebisuan serta kegilaan dan penyakit-penyakit yang buruk.” (HR. Hakim dan Baihaqi).
Dari hadits ini terlihat bahwa ternyata bukan sifat-sifat buruk saja yang dapat merendahkan harga diri seseorang, tetapi kondisi jasmaniah yang tidak normal juga ikut mempengaruhi, misalnya kebisuan, ketulian, dan berbagai kekurangan yang lain.
Difabilitas yang dialami oleh seseorang, manakala tidak diterima dengan hati yang lapang dan
penuh keikhlasan akan menjadikan seseorang tidak bisa menerima kenyataan dirinya dan bisa berbuat sesuatu yang menjatuhkan harga dirinya.
Ketidaksempurnaan secara fisik yang diberikan kepada seseorang menjadikan orang itu menarik diri, tertutup, dan kurang percaya diri. Ketidaksempurnaan ini telah melemahkan mentalnya sehingga dia tampak minder dalam bergaul dengan orang-orang yang normal fungsi inderanya.
Selain itu, bisu dan tuli dapat diartikan juga dengan arti kiasan (majazi) yaitu bisu dan tuli mata hatinya.
Kegilaan dalam arti majazi adalah orang yang membenci atau mencintai sesuatu di luar batas
kewajaran, tidak lagi dalam pertimbangan akal sehat, dan cendrung membabi buta. Kecintaannya kepada harta benda misalnya, telah menjadikan seseorang tidak menggunakan lagi rambu-rambu agama di dalam mencari nafkah.
Menghalalkan segala macam cara, yang penting bisa memperoleh harta yang sebanyak-banyaknya. Harga diri seseorang juga akan jatuh apabila seseorang menjadi pemalas, panakut atau kikir.
Malas berusaha dan bekerja akan melemahkan kreativitas dan menyulitkan hidup. Kehidupannya jadi bergantung kepada orang lain. Akibatnya bukan memberi tetapi meminta.
Malas beribadah juga merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Oleh karena itu
sebagai muslim harus kuat kemauan, rajin belajar, bekerja dan beribadah. Kefakiran memang sesuatu yang tidak dapat ditolak, tetapi harus ditanggulangi.
Manusia tidak diperintah oleh Tuhan-nya untuk menjadi kaya tetapi dituntut mencari karunia-Nya secara maksimal. Kefakiran yang tidak diterima dengan lapang dada akan berakibat kepada keadaan yang paling buruk dan sangat mengkhawatirkan banyak orang, yakni kekufuran sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW: ”Hampir saja kefakiran itu menjadi kekufuran.” (HR. Abu Naim).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kehormatan diri seseorang
supaya dalam hidup ini dapat memiliki martabat yang tinggi; di antaranya:
Pertama, belajarlah untuk mengenali diri sendiri dengan segenap kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki. Seringkali seseorang merasa kurang memiliki yan dapat dikembangkan pada dirinya, padahal setiap orang lahir dengan segenap potensi dan keterbakatan yang banyak.
Kedua, belajar menerima diri apa adanya. Orang yang dapat menerima diri sendiri apa adanya tidak akan menyesali segala yang terjadi di dalam menghadapi kenyataan hidup.
Ketiga, belajar memanfaatkan kelebihan yang dimiliki semaksimal mungkin sehingga akan
meraih capaian sesuai harapan dan keinginan.