Demikian pentingnya untuk menanam harapan dan bekerja untuk mewujudkan harapan itu,
maka Allah SWT menegaskan : ''Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri (jiwa) memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan.'' (QS. Al Hasyr; 59:18).
Melalui ayat ini, orang-orang beriman diajak untuk melihat masa depan, masa yang akan
dilewati dan akan dituju. Mengapa demikian? Karena hidup ini tidak berhenti.
Hidup ini terus berjalan, yaitu berjalan menuju satu titik yang namanya kematian, dan pada akhirnya menuju kekekalan abadi, yaitu kampung akhirat. Dan inilah masa depan yang paling pasti dan akan dialami semua orang.
Karena itu, setelah seseorang menabur harapan, maka perlu dibarengi dengan komitmen
untuk berkerja keras, disiplin dan doa. Setelah upaya dilakukan secara maksimal, akhirnya, apapun hasilnya, bertawakallah kepada Allah SWT.
Tawakal merupakan bingkai yang akan menjaga panen yang didapat itu tetap berkah, memberi manfaat bagi hidupnya dan memberikan kemaslahatan kepada banyak orang. Bulan Ramadhan yang penu berkah laksana tanah yang subur dan luas untuk menabur benih-harapan sebanyak-banyaknya.
Dengan begitu, selama berdakwah khususnya di bulan Ramadhan akan merupakan energi untuk tetap stabil untuk melakukan kerja-kerja kemanusiaan yang dapat meningkatkan kapasitas personal (personal capability). Pembiasaan untuk sensitif atas segala sesuatu yang terjadi di sekitar selama beraktifitas, akan terus terbawa saat bulan Ramadhan telah berakhir.
Para ahli hikmah menyatakan bahwa orang yang paling bahagia adalah orang yang mempunyai harapan. Sebab, dengan harapan itu, ia akan selalu merasa optimis, bermakna, dan jalan menuju kesuksesan terbentang luas di hadapannya.
Ia akan selalu bersemangat, enerjik, kreatif dan inovatif menciptakan karya-karya baru. Dan sebaliknya, orang yang paling nista atau paling sengsara adalah orang yang tidak lagi memiliki harapan.
Orang yang hidup tanpa harapan, seperti orang yang tidak menanam apa-apa, maka ia tidak ada kesempatan untuk memetik hasil panen apapun. Karena itu, orang yang tanpa harapan, hidupnya tidak ada energi yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu. Ia menjadi pemurung, pemalas, pemimpi, dan akhirnya hidupnya blank, kosong tanpa makna.
Saat ini dan sekarang ini, ketika sedang giat menanam di bulan Ramadhan, seseorang
menabur harapan sebanyak-banyaknya. Jangan menunggu kesempatan terbuka atau turun dari langit, tetapi kesempatan itu harus diciptakan dan dirancang sedemikian rupa.
Dan menabur harapan secara sungguh-sungguh akan membuka kesempatan bagi seseorang untuk meraih kesuksesan yang besar dan akan membawa berkah bagi kehidupan sekarang dan untuk masa-masa yang akan datang, baik untuk diri sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. InshaaAllah! *
Penulis: Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Program Magister dan Doktor FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Dewan Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY