HARIAN MERAPI - Menanam harapan kebermaknaan hidup di Bulan Penuh Keberkahan. Setiap orang pasti memiliki harapan; harapan untuk hidup bahagia, sejahtera, dan terhormat.
Seseorang senantiasa berharap bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, bisa terhindar dari
penderitaan, kemiskinan dan kebodohan.
Seseorang berharap dapat menjadi pegawai yang berdedikasi tinggi dan berprestasi, dapat menjadi muslim yang taqwa, selalu beramal shaleh, berakhlak mulia (akhlaq al-karimah) dan menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar. Dan masih banyak lagi harapan yang semua itu menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada sekarang.
Baca Juga: Kompetensi Keahlian Seni Pedalangan Ki Gadhing Pawukir Seno Saputro di Joglo Gayam Sedayu Bantul
Kehidupan dunia sekarang ini adalah saat yang tepat untuk menabur berbagai harapan
sebagaimana di atas. Layaknya sepetak tanah, dunia adalah tempat menanam, dan harapan itu adalah laksana benih.
Karena itu, untuk dapat panen, maka seseorang harus mau dan mampu menabur benih.
Siapapun yang semakin banyak menabur benih, maka semakin banyak ia berkesempatan untuk panen.
Siapa yang banyak menanam akan banyak mengetam, begitulah kira-kira sunatullah dalam kehidupan. Hanya persoalannya, seringkali seseorang lupa, bahwa harapan itu dapat menimbulkan berbagai perilaku; yakni:
Pertama, orang yang mempunyai harapan, tetapi tidak dibarengi dengan kemauan dan
kemampuan melakukan usaha untuk mewujudkan harapan itu. Akibatnya, harapan itu mendorong orang melakukan potong kompas atau jalan pintas.
Baca Juga: Tips mudik asik dan aman bersama anak-anak
Maunya cepat kaya dan terhormat, tetapi tidak mau bekerja keras. Lantas, muncullah sifat jahatnya, yaitu merampas hak milik orang lain dengan cara mencuri, korupsi dan sebagainya. Mau cepat menjadi sarjana, tetapi tidak mau belajar keras.
Lantas, potong kompas. Yang penting punya uang, maka skripsi bahkan disertasi sebagai karya puncak untuk menjadi intelektual sejati cukup dengan dibeli atau ditenderkan kepada orang lain.
Kedua, orang yang mempunyai harapan dan dibarengi dengan kemauan dan kemampuan
melakukan usaha untuk mewujudkan harapannya itu. Perilaku yang seperti ini juga akan melahirkan dua kemungkinan, yaitu berhasil atau gagal.
Dalam pandangan Islam, berhasil ataukah gagal harus tetap disyukuri. Tetapi, orang sering lupa, ketika berhasil menjadi sombong (takabur) dan berlebih-lebihan. Sementara ketika harapan harus mendapatkan kegagalan, seseorang menjadi putus asa, putus harapan.
Baca Juga: Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Berikan Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Firman Allah SWT: ''Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa
malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.'' (QS. Al-Fussilat; 41:28).