SEBUAH bank plat merah di Gunungkidul kebobolan. Pelaku pembobolan tak lain adalah orang dalam, yang mencatut nama 80 warga Patuk untuk mencairkan pinjaman. Total nilainya mencapai Rp 3,4 miliar.
Kasus tersebut terbongkar setelah warga yang merasa tidak meminjam tiba-tiba mendapat tagihan dari bank. Jumlah pinjamannya bervariasi, mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
Ternyata nama mereka digunakan oleh oknum pegawai bank tersebut untuk mencairkan pinjaman. Manajemen bank telah memberhentikan orang tersebut dan kini ditangani polisi setempat.
Baca Juga: Inilah penyakit yang sering muncul di musim hujan, masyarakat diminta waspada
Lantas bagaimana dengan warga yang namanya digunakan untuk mencairkan pinjaman ? Mereka tentu tak boleh dihukum, karena bukan dalam posisi salah. Orang yang telah menggunakan namanya itulah yang harus menanggung risiko.
Selain harus menghadapi tuntutan pidana, oknum tersebut juga harus mengembalikan uang yang telah digondolnya dengan mencatut nama 80 warga Pathuk. Modus yang digunakan orang tersebut sangat klasik dan mudah terlacak, apalagi menyangkut nama 80 orang.
Mereka pasti akan berteriak ketika mendapat tagihan padahal tidak meminjam uang. Pada akhirnya kasus tersebut pun terbongkar.
Baca Juga: Longsor di Bruno Purworejo, tiga orang ditemukan meninggal, begini proses pencariannya
Persoalannya, mengapa oknum pegawai bank tersebut berbuat senekat itu yang notabene pasti akan terungkap juga ? Boleh jadi, ia dikejar-kejar target sehingga harus tercapai dalam waktu cepat. Cara paling praktis adalah dengan mengambil pinjaman namun atas nama orang lain atau mencatut nama. Hingga tiba waktunya ketika pinjaman jatuh tempo dan harus dilunasi, maka tagihan tertuju kepada 80 nama yang dicatut itu.
Dalam hukum perdata, orang yang beritikad baik harus mendapat perlindungan hukum. Delapan puluh nama warga Patuk sama sekali tidak meminjam uang, namun ditagih, maka mereka harus mendapat perlindungan hukum.
Orang yang mencatut nama mereka itulah yang harus mendapat sanksi hukum. Selain mendapat sanksi administratif berupa pemecatan dari bank tempatnya bekerja, juga bakal menghadapi ancaman pidana.
Baca Juga: Taktik Shin Tae-yong Kalahkan Arab Saudi: Pasang Lima Gelandang
Apalagi, manajemen bank telah melaporkan pelaku ke polisi. Pelaku dapat dituduh telah melakukan penipuan atau penggelapan sebagaimana diatur Pasal 372 KUHP. Selain harus mengembalikan uang yang telah ia gondol, yang bersangkutan juga harus bersiap menghadapi tuntutan pidana. Kasus di atas tentu menjadi pelajaran bagi siapapun, termasuk pihak bank, untuk berhati-hati, dan selalu mengawasi setiap traksaksi keuangan. (Hudono)