HARIAN MERAPI - Meraih taqdir Ilahi, semua telah tercatat dalam Lauhul Mahfudz. Manusia sebagai Makhluk Musayyar artinya dia tidak bebas menerima dan menolak apa yang
diberikan oleh Allah, misalnya warna kulit atau cacat tubuh yang ada.
Namun manusia sebagai Makhluk Mukhoyyar artinya dia bebas menerima dan menolak kondisi yang melingkupinya, misalnya melakukan kebaikan seperti kerja keras. Atau berdiam diri tanpa aktivitas sehingga menjadi miskin.
Untuk yang pertama, tidak ada pertanggungjawaban terhadap apa yang ada pada dirinya, sedangkan untuk yang kedua manusia ada keharusan mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan.
Baca Juga: Dalam peristiwa tragis tahun 1949, ada 14 pejuang yang ditembak Belanda di Desa Cokro, Magelang
Apa yang dilakukan manusia dalam peluang itu akan menjadi kenyataan jika Allah mengiyakan (qadar-ijin) untuk terjadi. Kejadian tersebut itulah takdir.
Takdir bisa sesuai dengan usahanya (sesuai hukum Allah), tetapi bisa melebihi usahanya jika Allah menghendaki (qadar-ijin), dalam mana hal tersbut bergantung dan sesuai dengan pendekatan dan doa yang dilakukan. Takdir yang telah ditetapkan Allah SWT tersimpan dalam Ummul Kitab atau Lauhul Mahfudz, sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya: 'Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauhul Mahfuzh).' (QS. Ar-Ra'd; 13:39).
Segala sesuatu terjadi dengan qodla dan qodar Allah, artinya segala sesuatu itu terjadi dengan
kehendak dan ketentuan hukum Allah yang telah ditentukan sebelumnya dan berjalan sesuai dengan aturan yang dibuat oleh kehendak Allah setelah dibawah pengetahuan Allah pula.
Berikut ini sejumlah dalil tentang takdir yang tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran; yakni:
Baca Juga: Peringatan hari Sumpah Pemuda ke-96, Sleman raih Juara 1 Kabupaten Layak Wiramuda
Pertama, kunci-kunci pembuka pintu untuk mengetahui yang gaib itu hanya ada pada Allah, tidak ada seorang pun yang memilikinya.
Firman Allah SWT: 'Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).' (QS. Al-An'am; 6:59).
Kedua, Allah menjelaskan kepada kaum muslimin bahwa pada saat melaksanakan urusan yang penting yang menyangkut kepentingan masyaraka tidak ada yang terlepas dari pengawasan Allah.
Firman Allah SWT: 'Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).' (QS. Yunus; 10:61).
Baca Juga: Didominasi Lahan Kosong, Damkar Sukoharjo Catat 201 Kejadian Kebakaran Hingga Oktober 2024
Ketiga, semua bencana dan malapetaka yang menimpa di permukaan bumi, seperti gempa bumi, banjir dan bencana alam yang lain serta bencana yang menimpa manusia, seperti kecelakaan, penyakit dan sebagainya telah ditetapkan akan terjadi sebelumnya dan tertulis di Lauh Mahfudz, sebelum Allah menciptakan makhluk-Nya.