BELAKANGAN ini banyak berita seputar pencabulan yang dilakukan oknum guru ngaji. Tentu ini sangat meresahkan para orang tua, terutama mereka yang menyekolahkan anaknya di pesantren atau tempat mengaji, termasuk perorangan. Padahal, tidak semua tempat ngaji diwarnai pencabulan. Tidak semua guru ngaji berbuat cabul, karena umumnya guru ngaji baik-baik saja.
Kasus guru ngaji mencabuli mantan santrinya di Sragen baru-baru ini mengundang perhatian masyarakat. Polisi bergerak setelah melihat video guru ngaji S (56) diarak warga. Petugas langsung meluncur ke TKP, tapi tak dijumpai ada pengarakan S. S malah diketahui berada di rumah korbannya, V (16) yang kini duduk di bangku SMK.
S mencabuli V tak kurang dari 10 kali di berbagai tempat, baik di rumah maupun di gudang. Orang tua V karuan tidak terima dan meminta agar kasus tersebut diusut tuntas dengan menghukum pelaku.
Terungkap pula bahwa hubungan antara S dan V sudah terjalin lama. Dilihat dari kronologinya seolah tidak ada paksaan dalam hubungan tersebut. Awalnya S memberi iming-iming uang, berikutnya S terus menyemangati V agar belajar yang tekun.
Mereka juga terus berkomunikasi lewat WA. Dari situlah terungkap bahwa ada hal yang tidak beres dari hubungan antara S dengan V. Jajaran Polres Sragen langsung mengamankan S atas tuduhan melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak. Pelaku bakal dijerat UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
S tak bisa berkilah dengan mengatakan bahwa hubungan mereka atas dasar suka rela atau suka sama suka. Sebab, V masih kategori anak-anak atau anak di bawah umur, karena masih di bawah 18 tahun.
Menjalin asmara, apalagi sampai berhubungan badan dengan anak di bawah umur, baik atas dasar suka sama suka maupun paksaan, tetap dijerat pidana dan diancam hukuman 15 tahun penjara.
S memang tidak bisa mewakili guru ngaji, sehingga lebih tepat kita sebut sebagai oknum. Celakanya, kalau peristiwa semacam itu terus berulang, maka nama guru ngaji menjadi tercemar, padahal masih banyak guru ngaji yang baik dan bisa menjadi panutan.
S jelas bukan guru ngaji panutan, karena melakukan perbuatan tercela. Orang tua yang hendak mengirim anaknya mengaji sebaiknya teliti dulu kredibilitas guru ngaji tersebut, jangan sampai seperti S. (Hudono)
| BalasTeruskan Tambahkan reaksi |