PELAJAR bawa celurit sepertinya bukan lagi fenomena baru. Bukan hanya membawa, tetapi juga menggunakannya untuk membacok orang. Itulah yang terjadi di Jalan Daendels, Siliran, Karangsewu, Galur Kulonprogo pekan lalu.
Segerombolan pelajar menganiaya dua pelajar lain tanpa alasan yang jelas. Salah seorang pelaku membacok menggunakan celurit ke tubuh korban FS, warga Lendah. Di waktu yang hampir bersamaan di tempat berdekatan, RB warga Sentolo juga menjadi korban penganiayaan.
Diduga pelakunya sama, yakni gerombolan pelajar berjumlah sembilan orang. Polisi berhasil mengamankan sembilan pelajar tersebut, kini mereka masih dalam proses hukum.
Baca Juga: Inilah para pemenang Samsung Innovation Campus Batch 5
Sementara korban ditolong warga dan dilarikan ke rumah sakit. Mereka menjadi korban penganiayaan setelah menonton pertandingan futsal di Panjatan Kulonprogo.
Apakah peristiwa tersebut ada kaitan dengan pertandingan futsal, masih dalam penyelidikan polisi. Yang jelas, pelaku tetap diproses hukum, meski statusnya masih pelajar. Biasanya, pelajar usia 16 hingga 18 tahun merasa berani melakukan tindak kriminal karena merasa masih di bawah umur.
Harapannya, bila tertangkap akan dilepas dan hanya menandatangani surat pernyataan tak mengulangi perbuatannya.
Kali ini kepolisian diharapkan lebih tegas terhadap pelajar yang melakukan pembacokan, apalagi membahayakan keselamatan jiwa. Membawa senjata tajam saja sudah masuk kategori tindak pidana sebagaimana diatur UU darurat No 12 tahun 1951, apalagi membacok atau melukai orang lain.
Baca Juga: Lowongan kerja, KPU Sukoharjo butuh 9.135 petugas KPPS Pilkada 2024
Agar memberi efek jera, diharapkan polisi tidak mengambil langkah diversi atau penyelesaian di luar hukum, melainkan tetap memprosesnya berdasar UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan UU Perlindungan Anak.
Penegakan hukum yang tegas diharapkan memberi efek jera kepada pelaku dan tidak diharapkan pula membuat orang lain untuk tidak coba-coba berbuat kejahatan, melakukan pembacokan atau penganiayaan.
Sembilan pelajar yang diamankan polisi melakukan kejahatan secara terang-terangan di tempat umum, apalagi saat itu masih sore hari sekitar pukul 16.00 yang artinya masih banyak orang berlalu lalang. Mengapa pula tidak ada orang lain yang mencegah aksi barbar pelajar tersebut. Atau, jangan jangan masyarakat merasa takut karena mereka membawa senjata tajam berupa celurit dan pedang ?
Baca Juga: Film 'Tak Kenal Maka Ta'aruf' siap tayang di bioskop
Kalau masyarakat takut, niscaya mereka akan merajalela dan bisa jadi melakukan hal yang sama. Karena itu, sudah saatnya masyarakat peduli dan melakukan perlawanan secara kolektif terhadap segala kejahatan jalanan, termasuk yang dilakukan oknum pelajar. (Hudono)