Sejumlah pasangan calon kepala daerah mulai mendaftar ke KPU guna berkontestasi dalam Pilkada 2024, termasuk di DIY. Mereka bakal berlaga merebut hati rakyat untuk memilihnya dalam pesta demokrasi lokal serentak. Mereka dipastikan akan berkampanye dengan menawarkan berbagai program muluk untuk mengambil hati calon pemilihnya.
Dalam demokrasi, hal tersebut tentu wajar adanya. Bahwa kampanye selalu menebar janji. Dan, tentu saja, tak ada janji yang pahit, selalu manis. Namanya saja kampanye, selalu diwarnai hal-hal manis. Selagi hal yang dikampanyekan rasional, masyarakat mungkin akan tertarik. Untuk itulah antarkandidat bakal adu program.
Di sini, rakyat tinggal memilih, tanpa paksaan. Namun, bagi pemilih fanatik, boleh jadi mereka tak lagi melihat program, melainkan orangnya. Lagi-lagi, dalam demokrasi ini sah-sah saja. Namun, sebagai pertanggungjawaban kepada publik, kandidat yang terpilih nanti tentu harus merealisasikan janji-janjinya.
Baca Juga: PDIP akan dukung Prabowo, jika .....
Sekadar contoh, kandidat yang hendak berkontestasi di Kota Yogya, pasti akan menawarkan program penanggulangan sampah yang hingga kini belum teratasi. Ini masalah riil yang dihadapi masyarakat Kota Yogya dan sekitarnya, sehingga butuh solusi yang tuntas dan komprehensif, bukan sementara atau parsial.
Juga masalah ketenagakerjaan, harus ada penyelesaian melalui program unggulan yang diusung para kandidat. Seperti masalah pengangguran yang notabene menjadi masalah nasional, bukan hanya lokal Kota Yogya, harus ada penyelesaiannya.
Selain itu, masalah klitih atau kejahatan jalanan, yang umumnya pelakunya remaja atau pelajar, masih menjadi problem serius di Kota Yogya, butuh formulasi penanganan yang komprehensif. Tentu saja dengan melibatkan stakeholder, seperti sekolah dan orang tua.
Baca Juga: Film 'Tak Kenal Maka Ta'aruf' siap tayang di bioskop
Itulah tantangan nyata yang dihadapi Kota Yogya dan menjadi PR bagi para kandidat bila terpilih nanti. Masyarakat berhak mengawasi proses Pilkada, mulai dari pendaftaran calon, kampanye, pemungutan suara hingga hasilnya. Semua rawan penyimpangan. Artinya, tak hanya Bawaslu yang berhak melakukan pengawasan, melainkan juga masyarakat.
Hal krusial yang rawan terjadi adalah politik uang yang umum terjadi di even pemilu, termasuk Pilkada. Masyarakat tak cukup hanya mengawasi, melainkan juga melaporkan bila terjadi kecurangan ke Bawaslu. Meski DIY masuk daerah rawan konflik dalam Pilkada, namun bila antisipasinya matang, mudah-mudahan situasi tetap kondusif. Kita berharap Pilkada serentak berlangsung aman dan damai. (Hudono)