EMPAT orang pendekar silat menganiaya remaja sampai tewas. Begitu judul koran ini edisi Sabtu 3 Agustus 2024. Korbannya adalah Aan (16), warga Ngemplak Boyolali.
Gara-garanya sepele, yakni korban membuat video dengan back sound lagu perguruan silat milik pelaku di status WA. Sebelum dianiaya, korban disuruh minta maaf dan harus ikut latihan di perguruan silat pelaku.
Hingga kemudian terungkap korban mengalami penganiayaan di sekujur tubuhnya dan diduga mengalami luka dalam berdasar hasil otopsi. Atas dasar itulah polisi menetapkan empat pendekar, salah satunya masih di bawah umur, sebagai tersangka. Meski begitu, anak di bawah umur ini tetap menjalani proses hukum berdasar UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Baca Juga: Megawati dan SBY tak hadir di IKN, begini reaksi Presiden Jokowi
Terasa ironis, pendekar kok menganiaya remaja sampai tewas. Mestinya, seorang pendekar harus memiliki SOP pada batas-batas seperti apa kekerasan fisik boleh dilakukan. Mereka nampaknya tidak punya ukuran, sehingga main hakim sendiri dengan semena-mena hingga menyebabkan orang lain meregang nyawa.
Ironisnya lagi, penganiayaan itu dilakukan di tempat biasa mereka latihan. Apakah hanya empat orang itu yang terlibat ? Lantas siapa penanggung jawab atas kegiatan mereka ? Inilah yang sedang dikembangkan polisi.
Dalam hukum pidana, siapapun yang terlibat, baik itu pelaku utama, ikut serta, membantu maupun memberi kesempatan terjadinya tindak pidana harus dimintai pertanggungjawaban hukum.
Baca Juga: Begini momen ketika Presiden Jokowi hadiahi AHY dan istri sepeda gunung, ternyata ini alasannya
Nah, apakah tindakan empat orang tersebut sepengetahuan pengurus perguruan silat, atau inisiatif mereka ? Bila inisiatif mereka, maka empat orang itulah yang harus bertanggung jawab. Sebaliknya, bila ada peran orang lain, maka orang lain tersebut juga harus dimintai pertanggungjawaban hukum.
Kasus ini sekaligus harus menjadi bahan introspeksi bagi perguruan silat manapun, bahwa orang yang telah mencapai tingkatan tertinggi dan mendapat sebutan pendekar, harus benar-benar menjaga perilaku, tidak ringan tangan dan tidak gampang terpancing emosi hingga melakukan perbuatan di luar batas.
Jika tidak dilakukan evaluasi, niscaya peristiwa serupa akan terus berulang. Padahal, namanya pendekar harus bisa mengendalikan diri, tidak gegabah, dan semua tindakannya terukur.
Baca Juga: Ini harapan Wapres Ma'ruf Amin kepada Prabowo-Gibran dalam memimpin Indonesia
Kalau tidak bisa menjaga perilaku atau tindakan, maka alangkah baiknya pengurus perguruan silat bersangkutan meninjau lagi predikat pendekar, kalau perlu mencabutnya. (Hudono)