SEORANG remaja, KS (17), nekat membunuh ayah kandungnya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur baru-baru ini. Pelaku menusuk dengan pisau sebanyak dua kali hingga korban meregang nyawa. Sang ayah sempat melawan, namun tetap tak mampu bertahan hingga pisau menusuk tubuhnya. Mengapa pelaku tega berbuat demikian kepada ayah kandungnya sendiri ?
Saat diinterogasi, pelaku mengaku ia sering dimarahi, dipukul bahkan dikata-katai sebagai anak haram. Lantaran emosi, KS pun kemudian melakukan perlawanan secara fisik dengan cara menusuk ayah kandungnya dengan pisau. Kasus tersebut masih ditangani kepolisian setempat. Polisi juga memeriksa kejiwaan pelaku.
Dari segi usia, pelaku masih belum dewasa, karena baru 17 tahun. Namun, tindakannya tetap dipertanggungjawabkan secara hukum, meski ancaman hukumannya tak seberat orang dewasa. Barangkali pelaku sudah tak tahan ketika ayahnya terus menerus memarahi, memukul dan seterusnya. Tapi mengapa sampai membunuh ayah kandung sendiri ?
Baca Juga: Golkar Beberkan Keputusan Jusuf Hamka Jadi Cawagub Jakarta Tergantung Kaesang
Boleh jadi tindakan KS bukan direncanakan, namun spontan lantaran sudah tak kuasa menahan rasa amarah dan sakit hati dibilang anak haram. Ibaratnya, nasi telah menjadi bubur, sang ayah, S (55) telah meregang nyawa di tangan anaknya sendiri. Ini adalah peristiwa pembunuhan dalam keluarga, atau kekerasan dalam keluarga, sehingga yang bersangkutan dapat dijerat UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), hanya saja ancaman pidananya tak seberat orang dewasa.
Kasus ini bisa menjadi pelajaran, baik bagi orang tua maupun anak. Semarah-marahnya orang tua hendaknya tidak mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakiti anak, seperti kata anak haram, anak jadah dan sebagainya. Mengapa ? Karena anak sama sekali tidak bersalah. Pun ia tidak minta untuk dilahirkan.
Sementara sang anak juga kelewatan, karena melakukan tindakan yang mengakibatkan ayahnya meninggal. Ketika dimarahi, anak tak perlu melawan apalagi secara fisik. Bagaimanapun ia tetap harus menghormati orang tuanya. Kalaupun orang tua marah, cukup didengarkan, tak perlu merespons dengan tindakan fisik.
Baca Juga: Spanyol Dominasi 11 Pemain Terbaik Euro 2024 yang Dipilih Pengamat Teknis UEFA
Meski pelaku masih di bawah umur, namun tindakannya sangat serius karena menyebabkan nyawa orang lain (ayah) melayang. Sehingga, kiranya kasus tersebut tetap harus diusut secara hukum dan tak membuka ruang penyelesaian restorative justice. Biarlah kasusnya diselesaikan lewat pengadilan, bukan secara kekeluargaan. (Hudono)