INI sungguh kasus super sadis. Seorang polisi wanita (Polwan) Briptu FN (28) tega membakar suaminya yang juga polisi, Briptu RDW (27), anggota Polres Jombang. Sedang FN anggotal Polres Mojokerto.
Kasus ini menyita perhatian publik dan viral di media sosial. FN sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dalam status ditahan di tempat khusus, karena masih memiliki anak balita.
Kasus ini tergolong sangat sadis, karena dilakukan secara sadar. Kronologi singkatnya, FN memborgol suaminya di gudang kemudian mengguyur tubuhnya dengan bensin kemudian menyulutnya dengan api. Api langsung melalap tubuh korban hingga mengalami luka bakar 96 persen dan dinyatakan meninggal.
Mengapa FN tega melakukan hal demikian ? Ia merasa jengkel karena suaminya kecanduan judi online. Bahkan gajinya digunakan untuk main judi. Dari situlah FN punya niat nekat membakar suaminya hidup-hidup. Apa tidak ada cara lain untuk menyadarkan suami selain dengan cara membakar ?
Polisi perlu memeriksa kejiwaan FN. Sebab, boleh jadi yang bersangkutan mengalami gangguan mental sehingga begitu tega membakar suami hidup-hidup. Inilah yang dimintakan Kompolnas agar polisi memeriksa aspek kejiwaan FN. Sebab, kalau orang normal, tentu akan berpikir ulang untuk melakukan tindakan sekeji itu.
Untuk sementara FN dijerat Pasal 44 ayat (3) subsider ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Ancaman pidana maksimalnya 15 tahun penjara. FN tentu suah paham konsekuensi hukum yang harus ia tanggung.
Biasanya dalam beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga, pelaku umumnya laki-laki. Namun yang ini beda, pelakunya perempuan dan Polwan. Sedang suaminya juga polisi. Sangat dimungkinkan FN akan menerima pemberatan hukuman, lantaran yang bersangkutan aparat penegak hukum yang berbeda dengan orang biasa.
Dengan kejadian tersebut tentu orang akan bertanya, apakah saat mendaftar menjadi anggota Polwan tidak melalui seleksi psikologi yang memadai. Misalnya terkait dengan pengendalian emosi dan sebagainya.
Sebab, seorang polisi harus mampu mengendalikan emosinya sehingga perbuatannya terukur. Sedangkan FN bukan saja perbuatannya di luar batas, melainkan sangat kejam dan jarang dilakukan penjahat sekalipun.
Baca Juga: Mencandra keluarga samara dalam perspektif Al-Quran, senantiasa bersyukur
FN harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Yang jelas, karir sebagai Polwan kiranya tak bisa dipertahankan lagi. Bagaiman mungkin seorang Polwan bisa berbuat sedemikian kejam. (Hudono)