HARIAN MERAPI - Nabi yang memiliki gelar khalilullah adalah Nabi Ibrahim AS. Khalilullah tersebut mengandung makna sang kekasih Allah SWT seperti yang pernah disinggung dalam al-Quran:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisa’; 4:125).
Nabi Ibrahim AS disebut khalilullah karena loyalitasnya pada Allah SWT. Dengan julukan itu, Allah SWT menjadikan Nabi Ibrahim sebagai kekasih atau kesayangan-Nya yang semakna dengan Allah SWT menolong dan menjadikannya sebagai pemimpin Nabi-nabi dan Rasul-rasul setelahnya, teristimewa dalam bidang regenerasional atau pembentukan generasi mendatang yang lebih baik dan berkualitas.
Nabi Ibrahim AS, sebagaimana orang tua yang lain, pastilah mencintai anak-anaknya dan
menginginkan agar kelak menjadi orang yang bahagia dalam hidupnya dan senantiasa menemukan pilihan-pilihan hidup yang terbaik.
Ibrahimlah yang berjuang dan bekerja keras membangun negeri yang tandus menjadi negeri yang subur, aman, makmur dan sejahtera. Sebagaimana do’a beliau: ”Ya Allah, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tiada mempunyai tumbuhan itu di dekat rumah-Mu, yaitu Baitullah yang terhormat. Ya Tuhan kami, (yang demikian
itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizqilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim; 14:7).
Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya adalah teladan abadi sepanjang zaman kaitannya
dengan proses regenerasional dalam keluarga. Firman Allah SWT: ”Maka tatkala anak itu sampai
(pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ''Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!'' Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Shaffat; 37:102).
Dari ayat di atas terdapat pembelajaran bagaimana Nabi Ibrahim AS dalam mendidik
anaknya, Ismail AS sebagai berikut :
Baca Juga: Tegas, Menpora sebut naturalisasi hanya untuk atlet yang miliki darah Indonesia
Pertama, Ibrahim AS melatih dan mendidik anaknya Ismail AS untuk memberikan pandangan
dan pendapatnya tentang suatu masalah yang dihadapi bersama dalam keluarga. Ini adalah suatu
bentuk latihan dan pendidikan berpikir.
Dari sini diharapkan anak akan dapat dan mampu mengembangkan dan mengasah kemampuan berpikirnya untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Kedua, Ibrahim mendidik anaknya Ismail, anak kesayangannya itu dengan cara yang sangat
demokratis penuh dialogis. Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS terlibat dalam suatu dialog
yang mengagumkan.
Bukan substansi dari dialog mereka yang menjadi perhatian kita, melainkan ”approach” atau cara pendekatan yang dilakukan oleh Ibrahim dalam meyakinkan anaknya terhadap suatu permasalahan yang sangat agung itu.
Baca Juga: Pengurus JagalMu Sleman dan Kota Yogyakarta sudah dilaunching, ini struktur pengurusnya
Beliau melibatkan pendapat dan pandangannya tentang suatu masalah yang dihadapi bersama. Kesimpulan ini sekaligus menolak anggapan sebagian orang kalau Islam mengajarkan umatnya otoriter, khususnya dalam mendidik anak.