DALAM kehidupan masyarakat, utang-piutang adalah hal biasa. Menjadi masalah ketika utang tak segera dilunasi. Karena itu, acap kreditur atau orang yang memberi utang menggunakan jasa debt collector untuk menagih.
Dalam hukum perdata, menggunakan jasa penagih sah-sah saja sepanjang tidak ada kekerasan maupun ancaman kekerasan.
Lain lagi yang dilakukan ND (44) warga Bantul yang bermaksud menagihkan utang temannya beberapa hari lalu. Nampaknya ia salah sasaran, ketika hendak membantu menagih utang kepada K di rumah Umbulharjo Yogya, ND mengamuk karena tidak bertemu dengan K, yang ditemui hanya dua orang yang berada di kos.
Baca Juga: UAS Datang ke Kulon Progo, Ajak Masyarakat jadi Manusia Bermanfaat, Simak Jadwalnya
Pelaku lantas merusak mobil yang diparkir di depan rumah, yakni dengan memecah kaca bagian belakang. Tak hanya itu, ND juga menggondol tas raket milik K.
Usut punya usut, ternyata mobil yang dirusak bukan milik K melainkan milik anggota TNI. Kasus tersebut telah ditangani aparat kepolisian. Pelakupun berhasil diringkus di rumahnya. Kasus ini tentu menjadi pelajaran berharga bagi siapapun, terutama mereka yang hendak menagih utang. Sudah salah sasaran, masih mencuri dan merusak. Akibatnya harus berurusan denga polisi.
Bahkan, berdasar informasi, utang yang hendak ditagih ND telah dilunasi. Jika benar demikian, berarti ND menagih utang orang yang telah melunasi utangnya. Atau menagih utang orang yang sudah tidak berutang. Maunya membantu teman, namun malah celaka yang didapat.
Baca Juga: Ledakan di RS Eka Hospital Tangsel bukan dari bom, tapi ini
Persoalan yang semula bersifat perdata pun beralih ke pidana. Urusan ND menjadi panjang. Ia dijerat dengan pasal berlapis, yakni pencurian dan perusakan barang. Itulah akibat orang yang membantu secara membabi buta tanpa tahu persoalan sesungguhnya. Bahkan, orang berutang sekalipun tak boleh diperlakukan semena-mena, hartanya dicuri dan sebagainya.
Karenanya, agar utang aman, selalu disertakan jaminan. Sehingga ketika utang tidak dibayar, maka jaminan tersebut digunakan sebagai pembayaran utang. Tapi acap utang-piutang hanya didasarkan pada kepercayaan, sehingga ketika terjadi masalah, tak membayar misalnya, urusan jadi panjang, bahkan berbuntut tindak main hakim sendiri.
Utangnya belum lunas, malah si penagih masuk penjara. Selain perlu jaminan, utang juga perlu dicatat sebagai pengingat, meski kepada teman sendiri. Bahkan dalam ajaran Islam, utang-piutang dianjurkan untuk dicatat demi kebaikan di kemudian hari. (Hudono)