HARIAN MERAPI - Setidaknya ada enam penyebab keretakan kekuarga, yang mana salah satunya adalah sejarah terbentuknya keluarga.
Berbagai kasus keretakan rumah tangga semakin hari semakin sering terjadi, hingga menimbulkan opini publik bahwa perceraian itu adalah hal yang normal dan sesuatu yang wajar-wajar saja terjadi dalam dinamika keluarga.
Tetapi apakah kita yang tahu akan kebenaran menyetujui dengan pernyataan ini? Jika kamu salah satu orang yang rindu untuk terjadinya keluarga yang harmonis, setia dan kuat.
Baca Juga: Siapa sosok yang bakal mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres, masih misterius
Maka ada baiknya kamu mengetahui apa-apa saja faktor penyebab keretakan
yang biasa terjadi di dalam keluarga. Jika kamu sudah mengetahuinya maka kamu bisa menyelamatkan satu keluarga yang sedang diambang kehancuran.
Di dalam kehidupan berkeluarga tidak jarang terjadi peristiwa keretakan hubungan
antar anggota keluarga, baik antara suami istri maupun antara orang tua dengan anak.
Retaknya hubungan keluarga tersebut ada beberapa alternatif penyebabnya, antara lain adalah:
Pertama, sejarah terbentuknya keluarga.Yang dimaksud sejarah terbentuknya keluarga di sini adalah dasar mereka membentuk perkawinan, apakah mereka kawin atas dasar saling mencintai atau atas paksaan dari orang lain (termasuk orang tuanya).
Unsur cinta dalam kehidupan rumah tangga merupakan salah satu syarat yang harus ada sehingga keluarga tersebut akan mengalami kebahagiaan yang benar-benar tidak terpaksa (bukan kebahagiaan semu/kebahagiaan artifisial).
Kedua, tidak adanya kepuasan di dalam hubungan seksual antara suami istri. Kepuasan dalam hubungan seksual suami istri adalah merupakan salah satu unsur keluarga sejahtera.
Apabila dalam hubungan seksual ini salah satu pihak suami atau istri tidak mengalami kepuasan, biasanya ada kecenderungan untuk mencari kepuasan seksual tersebut di luar rumah.
Dan kemudian ada kemungkinan terjadinya poligami dan atau perceraian dalam keluarga tersebut. Hal ini bagi istri yang hidupnya sangat menggantungkan diri kepada suami akan merupakan pukulan yang sangat berat dalam hidupnya.
Anakpun akan merasa kehilangan akasih sayang dari orang tuanya.
Ketiga, faktor agama/ideologi dan budaya yang berbeda antar suami dan istri. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menggariskan bahwa pernikahan sah ketika dilakukan oleh orang yang seagama.