JAKARTA (MERAPI) – Upaya pemerintah, melalui Menkopolhukam dan Menkumham untuk menyatukan organisasi advokat di Indonesia mendapat reaksi beragam. Menyatukan organisasi advokat dalam wadah tunggal dinilai melupakan sejarah dan tidak mengindahkan konstitusi yang mengatur soal kebebasan berorganisasi sebagaimana diatur Pasal 28 UUD 1945.
Salah seorang pendiri sekaligus Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), TM Luthfi Yazid SH LLM, mempertanyakan langkah Menkopolhukam Mahfud MD dan Menkumham Yasonna Laoly yang menginisiasi pertemuan tiga organisasi advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yakni Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA), Peradi Suara Advokat Indonesia (SAI) dan Peradi 'Slipi'. Ketiga organisasi advokat ini membuat pernyataan tertulis dan mewacanakan islah atau rujuk.
“Pertanyaannya, apa kapasitas mereka menginisiasi pertemuan tersebut, apakah mereka hendak menyatukan organisasi advokat ? Kalau iya, mengapa organisasi advokat lainnya, seperti KAI, dan masih banyak lagi organisasi advokat tidak diundang ? Mengapa diksriminatif,” ujar Luthfi di Jakarta, Kamis (27/2)
Ia menjelaskan, organisasi advokat (OA) adalah organisasi yang independen dan imparsial. “Karena itu, Menkopolhukam dan Menkumham yang merupakan lembaga eksekutif dalam kapasitas apa menginisiasi OA tersebut ?” ujarnya seraya mempertanyakan legal standing Menkopolhukam dan Menkumham untuk menginisiasi bersatunya tiga organisasi advokat tersebut.
Bila pemerintah hendak melakukan intervensi terhadap organisasi advokat, yakni dengan mempersatukan mereka dalam wadah tunggal, lnjut Lutfhi, harus ditolak karena justru bertentangan dengan konstitusi. Sedang terkait keinginan agar MA mencabut surat Ketua MA No 73/KMA/HK.01/IX/2015 juga harus ditolak. Seperti diketahui, Surat Ketua MA No 73 tahun 2015 menyatakan bahwa Ketua Pengadilan Tinggi (PT) memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi advokat manapun.