HARIAN MERAPI - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, hujan meteor Perseid kembali menghiasi langit Indonesia pada 12–13 Agustus 2025.
"Hujan meteor Perseid adalah fenomena tahunan ketika bumi berpapasan dengan sisa debu komet Swift-Tuttle," kata Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN Thomas Djamaluddin dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Ia mengatakan fenomena ini salah satu peristiwa astronomi tahunan yang banyak dinantikan para pengamat langit di seluruh dunia.
Ia mengatakan fenomena ini sama sekali tidak berdampak buruk bagi bumi, sebab benda-benda kecil yang menjadi meteor tersebut akan habis terbakar di atmosfer sebelum mencapai permukaan.
Baca Juga: Jembatan Legendaris Kebonsamas Salatiga dibongkar diganti baru senilai Rp 988 juta
"Sama sekali tidak berdampak bagi bumi," ujarnya seperti dilansir Antara.
Menurut dia, waktu terbaik untuk mengamati hujan meteor Perseid menjelang fajar di arah timur laut.
"Saksikan di langit timur laut menjelang fajar. Syaratnya cuaca cerah, medan pandang tidak terhalang, dan jauh dari polusi cahaya," kata Thomas.
Namun, ia mengingatkan karena malam 12-13 Agustus masih ada cahaya bulan pasca-purnama, jumlah meteor yang terlihat kemungkinan hanya belasan per jam.
Fenomena hujan meteor, ujarnya, tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menjadi sarana edukasi publik mengenai aktivitas benda langit.
Baca Juga: Geng remaja masih menebar teror, begini aksi mereka
"Hujan meteor adalah peristiwa tahunan dan ada beberapa kejadian. Itu sebagai edukasi bahwa bumi sewaktu-waktu melewati sisa debu komet," kata Thomas Djamaluddin.
Hujan meteor Perseid terjadi setiap tahun sekitar Agustus ketika bumi melewati jalur orbit komet Swift-Tuttle. Butiran debu berukuran kecil hingga sedang yang ditinggalkan komet ini dapat menimbulkan puluhan hingga ratusan meteor per jam pada kondisi ideal tanpa gangguan cahaya.
Selain Perseid, ada beberapa hujan meteor lain yang terjadi sepanjang tahun, seperti Quadrantid, Lyrid, Eta Aquarid, dan Geminid. Setiap hujan meteor memiliki intensitas dan karakteristik berbeda tergantung sumber komet atau asteroid.(*)