BANTUL, harianmerapi.com – Indonesia memiliki beragam jenis tanah dengan karakteristik berbeda. Salah satunya jenis tanah clay shale yang seringkali menimbulkan problematika longsor akibat pelapukan.
Hal tersebut menjadi fokus penelitian dosen Prodi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Ir Edi Hartono ST MT dan bisa terpilih menjadi best paper dalam 2021 Excellent Paper Award Journal of GeoEngineering yang dinaungi oleh Taiwan Geotechnical Society, akhir pekan lalu.
Menurut Dr Edi, penelitian tersebut berawal dari disertasi yang ia publikasikan melalui Journal of GeoEngineering dengan mengangkat tema “The Behavior of the Clay Shale Stabilized by Dry and Wet Cement Mixing Method”.
“Penelitian ini adalah bagian dari disertasi yang saya publikasikan di Journal of GeoEngineering mengenai stabilisasi clay shale untuk meningkatkan kuat tekan dan durabilitas tanah,” jelasnya.
Baca Juga: Dihadiri Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, Mitra Amanah Santuni Yatim Piatu dan Dhuafa
Dari paper yang sudah di publish tersebut, lanjut Dr Edi, lalu dievaluasi dan diberi award bagi paper yang masuk kualifikasi. Adapun rincian jelas tentang clay shale, yaitu merupakan sebuah batuan sedimen yang terbentuk oleh sedimentasi tanah berbutir halus seperti lempung.
Berbeda dengan kebanyakan tanah lempung yaitu pada kondisi basah akan mengembang dan menyusut bila kering namun tetap mempunyai kuat dukung cukup baik.
Sedangkan jenis tanah clay shale sangat keras dalam kondisi tertutup. Namun, dalam kondisi terbuka akan mudah lapuk dan tidak dapat kembali mengeras.
Baca Juga: Dijamin Antigagal! Ini Resep Nastar Lumer Khas Lebaran Ala Juara Master Chef Indonesia Luvita Ho
Di Indonesia, tanah clay shale bisa memunculkan banyak masalah geoteknik seperti longsornya beberapa segmen badan jalan seperti di ruas tol Cipularang dan lereng di ruas tol Semarang Bawen.
“Banyak kejadian seperti longsor di tebing jalan tol Bawen - Semarang seringkali longsor karena di sana ditemukan tanah clay shale. Kembang susutnya sangat tinggi, uniknya kalau sudah tertimbun akan keras seperti batu,” terang Edi.
Sehingga menurutnya, jika akan mendirikan sebuah konstruksi yang bertemu dengan tanah clay shale mesti harus diselesaikan atau dicari solusi terlebih dahulu, karena jangan sampai ada air di jalannya. Sebab bisa mengembang, mengalami pelapukan dan bisa longsor.
Baca Juga: Dihadiri Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, Mitra Amanah Santuni Yatim Piatu dan Dhuafa
Perbaikan atas permasalahan tanah clay shale pun digagas oleh Dr Edi dan tim melalui beberapa metode yang belum umum digunakan. Untuk perbaikannya, dari sisi metodologi menggunakan beberapa metode dan variasi.
“Mulai dari cara maxing dengan semen, pupuk kering, dan spray. Umumnya, menggunakan pupuk kering dan dicairkan cairan semen. Kalau di sini, saya menambahkan metode spray atau disemprot dan itu menjadi beda,” tambahnya.