pendidikan

Mahasiswi UII Ungkap Potensi Besar dari Limbah Padi untuk Masa Depan Energi Bersih

Kamis, 4 Desember 2025 | 11:35 WIB
Mahasiswi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Nisa Risqilla Rahma bersama pembimbing Dhandhun Wacano, S.Si., M.Sc., Ph.D dan Diah Ayu Prawitasari, S.T., M.T, serta diuji oleh Prof. Dr.-Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc (kiri).). (Foto: Dok. Istimewa)

 

HARIAN MERAPI - Di tengah meningkatnya frekuensi banjir dan gangguan iklim ekstrem akhir-akhir ini, sektor energi global sedang mencari jalan keluar dari ketergantungan panjang pada bahan bakar fosil.

Di sinilah sebuah penelitian dari seorang mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Nisa Risqilla Rahma, menawarkan perspektif baru: bahwa limbah padi, khususnya jerami dan sekam, dapat menjadi sumber energi bersih berupa bioetanol yang potensial dan berkelanjutan.

Skripsi berjudul “Potensi dan Ketersediaan Limbah Pertanian Padi sebagai Sumber Bioenergi di Pulau Jawa” ini dibimbing oleh Dhandhun Wacano, S.Si., M.Sc., Ph.D dan Diah Ayu Prawitasari, S.T., M.T, serta diuji oleh Prof. Dr.-Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc.  

Baca Juga: UII dan BRIN Serukan Sinergi Nasional Menuju Riset Berkelanjutan yang Membumi

Menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan analisis spasial (GIS), penelitian ini memetakan bahwa wilayah seperti Indramayu, Karawang, Subang, Ngawi, dan Lamongan merupakan lumbung biomassa terbesar di Pulau Jawa.

Secara global, penelitian ilmiah memperkirakan bahwa dunia memiliki sekitar 1,44 miliar ton biomassa lignoselulosa per tahun yang secara teknis dapat dikonversi menjadi bioetanol. Potensi Pulau Jawa, yang mencapai jutaan ton limbah padi setiap tahunnya, memang hanya sebagian kecil dari angka global tersebut, namun tetap penting untuk konteks nasional. Dengan produktivitas padi yang sangat tinggi, Pulau Jawa memiliki kapasitas untuk menjadi salah satu pusat bioenergi berbasis pertanian terbesar di Asia Tenggara.

Baca Juga: UNY Segel Double Champion Regional Yogyakarta Futsal Campus League

Kontribusi ini juga mencerminkan peluang Indonesia untuk tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen energi terbarukan—mengintegrasikan sektor pertanian dan energi secara cerdas dan berkelanjutan.

Bioetanol memiliki sejumlah keunggulan yang membuatnya menarik sebagai alternatif bahan bakar fosil. Nilai oktannya yang tinggi membuat pembakaran di mesin lebih sempurna dan efisien. Emisinya, terutama karbon monoksida dan partikulat, jauh lebih rendah dibandingkan bensin. Dari sudut pandang iklim, bioetanol masuk kategori energi rendah karbon.

Baca Juga: Temuan Peneliti UII Ungkap Fakta Mengejutkan: Hujan di Yogyakarta Mengandung Mikroplastik

Lebih dari itu, bioetanol dapat dihasilkan dari limbah pertanian—bukan tanaman pangan utama—sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan makanan dan tidak memicu alih fungsi lahan.

Pertanyaan besar yang sering muncul adalah: perlu pabrik besar atau cukup skala kecil? Jawabannya: keduanya bisa berjalan bersama. Skala besar cocok di daerah dengan pasokan limbah sangat tinggi. Efisiensi energi, kualitas produk, dan kapasitas produksi dapat dioptimalkan. Skala kecil/desa/koperasi petani juga sangat memungkinkan.

Baca Juga: Populasi Macan Tutul, Elang dan Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Terancam Punah

Dengan teknologi fermentasi sederhana, petani bisa memproduksi bioetanol untuk penggunaan lokal: bahan bakar pengering gabah, kompor bioenergi, bahkan untuk mesin pertanian tertentu. Model ini menciptakan kemandirian energi di tingkat desa sekaligus menambah nilai ekonomi bagi petani.

Halaman:

Tags

Terkini