Aktivitas fisik seperti mengulek atau memotong juga berfungsi sebagai saluran aman untuk melepaskan ketegangan dan energi negatif.
Pada akhirnya, ketika hidangan selesai dibuat dan menerima respon dapat memicu pelepasan dopamin yang memperbaiki suasana hati.
“Kombinasi antara keterlibatan indrawi, kreativitas dan pencapaian yang terukur, sehingga dapur pun menjelma menjadi ruang terapi yang personal dan sangat efektif,” terang Metty.
Sedangkan Galuh memberikan pelatihan praktik memasak dengan membuat bolu gulung batik khas Jogja. Selain itu, ia juga mengajarkan teknik membatik bolu yang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran.
“Pengembangan usaha bolu batik dari sekadar produk rumahan menjadi merek yang sustainable membutuhkan strategi yang jitu dan berlapis. Misalnya, membangun narasi yang kuat di balik produk,” tandas Galuh. Masih menurutnya, bolu batik bukan sekadar kue, melainkan sebuah warisan kuliner yang sarat makna budaya. Dari sisi pemasaran, visualisasi adalah kunci penting dengan membuat konten video proses pembuatan bolu batik dengan detail.
Antara lain untuk menonjolkan motif- motif batik yang cantik dan konsistensi teksturnya. Adapun media sosial yang dapat digunakan sebagai media promosi dan pemasaran seperti TikTok dan Instagram.
Lalu didukung kolaborasi dengan micro-influencer lokal untuk membangun kepercayaan. Ekspansi kanal distribusi juga penting, tak hanya mengandalkan pesanan langsung.
Tetapi juga menjajaki kemitraan dengan kafe-kafe sekitar rumah produksi. Selain itu, peserta pelatihan juga dibekali strategi mengembangkan usaha kuliner, tips pemasaran dan pengemasan produk yang menarik serta higienis.
Materi tersebut diharapkan dapat memicu semangat kewirausahaan sosial (sociopreneurship) di kalangan kelompok PKK Maguwoharjo untuk mengembangkan bolu batik sebagai sebuah unit usaha kuliner yang menjanjikan ke depannya.
Sementara itu, Tutik Agus, salah satu peserta menginginkan adanya kegiatan serupa secara berkala, misalnya satu bulan sekali dengan mengajarkan cara memasak masakan lain.
“Misalnya selat solo, kue lumpur maupaun jenis masakan lain. Kegiatan ini bisa juga menjadi healing bagi kami. Tanpa perlu pergi jauh, kami bisa fresh dan bisa memperoleh ilmu baru,” kata Tutik.*