Seminar Peringatan 200 Tahun Perang Jawa, Menarik Benang Merah Sejarah dengan Realitas Budaya Masa Kini

photo author
- Kamis, 20 November 2025 | 20:10 WIB
Para pembicara dalam Seminar Nasional “Merekonstruksi Ingatan Bangsa: Komunikasi Sejarah dan Warisan Perang Jawa”. ( Dok MIKOM UPNVY)
Para pembicara dalam Seminar Nasional “Merekonstruksi Ingatan Bangsa: Komunikasi Sejarah dan Warisan Perang Jawa”. ( Dok MIKOM UPNVY)

HARIAN MERAPI - Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro pada tahun 1825 hingga 1830, dinilai bukan sekadar pertempuran fisik, melainkan juga merupakan perlawanan ideologis terhadap kolonialisme Belanda.

Perang Jawa ini menjadi bukti historis bahwa perlawanan tidak hanya dimaknai melalui senjata, tetapi juga melalui komunikasi simbolik, narasi kultural, dan konstruksi identitas kolektif.

Hal itu dipaparkan dalam Seminar Nasional bertajuk “Merekonstruksi Ingatan Bangsa: Komunikasi Sejarah dan Warisan Perang Jawa” di Ruang Seminar Agus Salim Kampus II UPN Veteran Yogyakarta, Rabu (19/11/2025).

Baca Juga: Dua korban longsor di Desa Pandanarum Banjarnegara ditemukan, total lima korban sudah berhasil dievakuasi

Seminar yang digelar dalam rangka peringatan 200 tahun Perang Jawa ini, menghadirkan pembicara Prof Drs Pawito PhD, Dr Sri Margana dan Assoc Prof Dr Edwi Arief Sosiawan SIP MSi, yang dipandu moderator Dr Basuki Agus Suparno MSi.

“Dalam konteks ini, Pangeran Diponegoro bukan hanya seorang panglima perang, melainkan juga seorang komunikator ulung yang membangkitkan semangat perlawanan dengan menyatukan narasi keagamaan, keadilan sosial, dan kedaulatan budaya," jelas Edwi Arief Sosiawan.

"Oleh karena itu, peringatan 200 tahun Perang Jawa bukanlah sekadar seremoni, melainkan sebuah ruang refleksi kritis untuk membongkar memori kolektif, serta mengekstraksi nilai-nilai perjuangan lintas generasi yang masih relevan dalam konteks kekinian,” lanjutnya.

Prof Pawito yang merupakan guru besar ilmu komunikasi dari Univesitas Sebelas Maret Surakarta, menjelaskan bahwa penelitian kajian sejarah memang menarik jika dikaitkan dengan ilmu komunikasi, karena akan memunculkan perspektif baru.

Baca Juga: Perkuat Daya Saing Perekonomian Daerah, BRI Dukung Bazaar UMKM 'Jelajah Kuliner Indonesia' 2025

Menurutnya, Komunikasi Sejarah sangat potensial untuk menjadi disiplin ilmu baru yang menarik, karena secara filosofi, kajian ini bisa dilihat ontologi, epistemologi dan aksiologi-nya.

Sementara Dr Sri Margana secara spesifik menyebut, Perang Jawa yang berlangsung selama 5 tahun, memunculkan data-data statistik yang cukup fantastis di era tersebut.

“Dari sisi komunikasi, skala cakupan korespondensi antara pejabat kolonial yang terdeteksi di masa itu juga sangat tinggi, mencapai lebih dari 50 ribu korespondensi,” jelas pakar sejarah dari UGM tersebut.

Baca Juga: Pura-pura bantu punguti belanjaan jatuh, lihat iPhone 16 Plus malah dikantongi sendiri

Lebih lanjut, Edwi Arief Sosiawan selaku Korprodi Magister Ilmu Komunikasi UPN "Veteran" Yogyakarta mengatakan bahwa institusinya yang berlandaskan nilai-nilai Bela Negara, memiliki tanggung jawab intelektual dan moral, untuk mendekonstruksi narasi-narasi sejarah yang hegemonik dan menghadirkan perspektif yang membela kepentingan nasional.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Husein Effendi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X