Transisi Energi ASEAN Berpotensi Ciptakan Krisis E-Waste Jika Tidak Diantisipasi

photo author
- Sabtu, 15 November 2025 | 22:05 WIB
Workshop Green Jobs yang digelar Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu (15/11/2025).  (Foto: Dok. Istimewa)
Workshop Green Jobs yang digelar Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu (15/11/2025). (Foto: Dok. Istimewa)

 

HARIAN MERAPI - Workshop Green Jobs yang digelar Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Sabtu (15/11/2025), menghadirkan Dr. Ir. Made Indradjaja Brunner sebagai salah satu narasumber.

Dalam paparannya, Made menggarisbawahi bahwa percepatan energi terbarukan di kawasan ASEAN-khususnya tenaga surya, angin, dan baterai penyimpanan energi-telah mencapai titik yang sangat signifikan.

Baca Juga: Green Jobs Menjadi Arah Baru Profesi Teknik Lingkungan

Berdasarkan data regional, kapasitas terpasang solar PV ASEAN telah mencapai 30,5 GW pada 2024, melonjak lebih dari 15 kali lipat dibanding 2015. Energi angin pun tumbuh pesat dengan kapasitas mencapai 8,3 GW, terutama didorong Vietnam sebagai kontributor terbesar.

Pertumbuhan ini sejalan dengan komitmen negara-negara ASEAN melalui ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) yang menargetkan porsi energi terbarukan 23% dalam bauran energi kawasan.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Wajib Aktifkan Kembali 2 Guru ASN Luwu Utara

Namun, Made mengingatkan bahwa transisi energi hijau menyimpan ancaman serius berupa lonjakan limbah elektronik (e-waste) dari komponen energi terbarukan. Panel surya, turbin angin, dan sistem baterai memiliki umur teknis yang terbatas-sebagian bahkan jauh lebih pendek dari usia desain-dan pada akhir masa pakainya akan menjadi tumpukan e-waste yang volumenya sangat besar.

“Jika tidak dikelola, limbah panel surya, baterai litium, hingga bilah turbin angin berpotensi menimbulkan pencemaran baru yang justru bertentangan dengan semangat keberlanjutan,” ujarnya.

Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa beberapa negara ASEAN diproyeksikan menghasilkan ratusan ribu ton limbah baterai pada periode 2045-2057. Thailand, misalnya, diperkirakan menghasilkan lebih dari 260 ribu ton limbah BESS dalam satu dekade, sementara Filipina berpotensi menghasilkan lebih dari 118 ribu ton. Panel surya juga diproyeksikan menghasilkan peningkatan e-waste yang tajam mulai 2035 akibat pemasangan masif di tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga: Terduga Pelaku Insiden Ledakan SMAN 72 Jakarta Dilaporkan Telah Sadar usai Jalani Operasi Dekompresi Tulang Kepala

Masalahnya, hingga kini kurang dari 1% e-waste di ASEAN yang berhasil dikelola secara resmi. Sebagian besar dibongkar di sektor informal tanpa standar keselamatan, menimbulkan polusi udara, tanah, dan air yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Made menyampaikan bahwa di balik panel surya atau baterai yang tidak lagi berfungsi, terdapat material berharga seperti silikon, perak, tembaga, hingga litium yang sebenarnya dapat didaur ulang.

“Ini peluang ekonomi, tapi sekaligus potensi krisis jika tidak ada regulasi,” tegasnya.

Ia mendorong penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) dan Circular Economy (CE) sebagai strategi utama. Vietnam dan Singapura sudah mulai memasukkan panel surya dan baterai dalam regulasi EPR, sementara negara lain masih pada tahap konseptual.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X