HARIAN MERAPI - Presiden RI, Prabowo Subianto dalam Sidang Umum PBB ke-80, beberapa waktu lalu menegaskan, Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina.
Namun, juga memikirkan keberlangsungan Israel. Dengan kata lain, sejak awal Indonesia memang mendukung kemerdekaan Palestina tanpa menafikan eksistensi bangsa Israel.
Selain itu, beberapa waktu terakhir, pengakuan kemerdekaan Palestina disampaikan oleh sejumlah negara Eropa, Kanada dan Australia. Hal ini menjadi sinyal pergeseran signifikan.
Baca Juga: Kisruh NISN ganda di Karanganyar, stakeholder pendidikan diminta bertanggung jawab
Terutama dalam konstelasi politik luar negeri global terhadap konflik Israel–Palestina. Menurut pakar keamanan internasional, Prof Dr Sidik Jatmika MSi pergeseran sikap negara-negara Barat dipengaruhi tiga faktor utama.
“Yaitu, dinamika politik domestik, kombinasi kemampuan militer dan kondisi ekonomi serta konteks internasional,” ungkap Prof Sidik yang juga Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Selain itu, sebut Prof Sidik, beberapa negara negara yang dulu mendukung penuh Israel, kini mulai melonggarkan dukungannya, bahkan mengakui kemerdekaan Palestina.
Faktor ekonomi menjadi pertimbangan penting di balik perubahan sikap tersebut. Amerika Serikat pun relatif ‘nothing to lose’ dalam konflik Israel-Palestina.
Baca Juga: Dua Sepeda Motor Adu Banteng dalam Kecelakaan di Gunungkidul, Seorang Pemotor di Bawah Umur Tewas
Karena tidak terlalu bergantung pada pasokan minyak Timur Tengah. Sebaliknya, negara-negara Eropa, Kanada dan Australia memiliki ketergantungan energi yang tinggi terhadap kawasan tersebut,
“Sehingga, stabilitas Timur Tengah sangat berpengaruh pada kepentingan nasional mereka. Adanya krisis global juga dapat mempercepat lahirnya solusi perdamaian,” tegas Prof Sidik.
Masih menurutnya, dorongan untuk win-win solution semakin kuat ketika ada krisis bersama atau multi disruption. Hal ini menumbuhkan harapan, solusi dua negara akan menjadi pilihan paling masuk akal.
Ditambahkan, konflik Israel–Palestina selama ini bercorak zero-sum game, di mana salah satu pihak harus kalah, pada akhirnya akan mengarah pada kesepakatan jalan tengah.
Baca Juga: Pemda DIY Minta Aturan Pelaksanaan MBG 2026 Diperjelas
Sehingga solusi dua negara, sebut Sidik, dengan pembagian wilayah termasuk Yerusalem Timur, Tepi Barat dan Jalur Gaza, merupakan opsi paling realistis.