HARIAN MERAPI - Sekolah perlu memberi edukasi kepada siswi tentang konsumsi tablet tambah darah (TTD).
Selain itu juga perlu dipantau agar remaja putri tidak terkena anemia.
Demikian diingatkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam diskusi di Jakarta baru-baru ini.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi IDAI Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K) , mengatakan edukasi secara masif di sekolah diperlukan untuk menepis hoaks soal tablet tambah darah yang memicu anak merasakan mual atau dampak lainnya.
"Bagaimana meyakinkan dia minum (TTD) itu tidak apa-apa. Minum obat tambah darah itu bikin mual, enggak enak perut, padahal itu kan tidak benar. Tidak semua mengalami hal seperti itu, jadi yakinkanlah bisa meminum obat itu," ucap Parlin.
Sekolah bisa memberikan edukasi soal waktu terbaik mengonsumsi tablet tambah darah. Parlin menyebut waktu terbaik adalah satu sampai dua jam sebelum makan atau dua jam setelah makan.
"Tidak apa-apa, tapi, jangan bersamaan dengan makanan (diminumnya), nanti penyerapan zatnya (absorpsi) jadi terganggu," ucap dia.
Baca Juga: Petani Temanggung Gelar Wiwit Panen Kopi, Berharap Harga Bisa Tinggi dan Mensejahterakan
Rasa mual yang timbul setelah mengonsumsi tablet tambah darah bisa diatasi dengan, antara lain, tidur.
Untuk memantau konsumsi tablet tambah darah oleh siswi, sekolah bisa membuat grup percakapan pada pesan aplikasi yang digunakan untuk berkomunikasi oleh sekolah. Setiap guru yang terlibat dapat memberikan imbauan untuk mengingatkan siswa yang tergabung dalam grup untuk meminum tablet tambah darah, misalnya pada pagi hari setelah jam sarapan, sebelum kelas dimulai atau sebelum pelajaran olahraga.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan menggelar program pemberian tablet tambah darah terutama pada remaja putri yang duduk di bangku SMP dan SMA untuk mengatasi anemia. Program tersebut saat ini difokuskan sebagai salah satu upaya mengentaskan stunting sekaligus meningkatkan kualitas hidup perempuan sejak usia muda.
Baca Juga: Wilmar Buka Suara soal Sitaan Rp11,8 Triliun di Kejagung, Sebut Uang sebagai Dana Jaminan Kasasi
"Pemerintah sudah menganjurkan pemberian zat besi secara rutin, sekali seminggu pada semua remaja putri. Sepanjang tahun dan itu program dari puskesmas, kerja sama dengan Kementerian Pendidikan, dengan sekolah-sekolah dari SMP-SMA," kata Parlin.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada remaja usia 15-24 tahun adalah 15,5 persen. Pada kelompok usia 5-14 tahun prevalensinya mencapai 16,3 persen.