3 peneliti Muhammadiyah tawarkan desain jalan tengah sistem Pemilu di Indonesia lewat buku

photo author
- Rabu, 22 Januari 2025 | 19:55 WIB
Rangkaian bedah buku, Sistem Pemilu Indonesia karya Ridho Al-Hamdi, Tanto Lailam dan Syakir Ridho Wijaya.  (Dok.UMY)
Rangkaian bedah buku, Sistem Pemilu Indonesia karya Ridho Al-Hamdi, Tanto Lailam dan Syakir Ridho Wijaya. (Dok.UMY)

HARIAN MERAPI - Tiga peniliti Muhammadiyah, yakni Ridho Al-Hamdi, Tanto Lailam dan Syakir Ridho Wijaya menulis buku berjudul “Sistem Pemilu Indonesia.”

Dalam acara bedah buku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), awal pekan ini, Ridho Al-Hamdi menjelaskan, dalam hal keserentakan Pemilu, buku tersebut menawarkan model keserentakan Pemilu.

Yaitu dipisahkan ke dalam Pemilu Serentak Nasional (PSN) dan Pemilu Serentak Lokal (PSL). Adapun jeda waktu di antara keduanya: kurang lebih dua setengah tahun.

“Rentang waktu ini adalah bagian dari tata kelola Pemilu agar supaya tetap mengaktifkan peran penyelenggara Pemilu, partai politik, dan pemilih dalam mempersiapkan segala aspeknya,” papar Ridho.

Baca Juga: BRI Dukung Pekerja Migran Indonesia Melalui Jaringan Global dan Solusi Keuangan Inovatif

Model tersebut, lanjutnya, lebih efektif dan lebih relevan untuk konteks Indonesia yang beragam budaya dengan berbagai macam pulau serta keanekaragaman yang lain.

Dalam hal PSN, Pileg lebih didahulukan dan diikuti beberapa bulan kemudian dengan Pilpres. Karena itu, syarat ambang batas presiden didasarkan pada Pileg di tahun yang sama, bukan hasil Pileg pada periode (lima tahun) sebelumnya.

Karena itu, revisi UU Pemilu No 7 Tahun 2017 adalah sebuah keharusan dengan memasukkan rezim Pilkada menjadi bagian dari rezim Pemilu. UU Pilkada dilebur ke dalam UU Pemilu, sehingga menjadi satu kesatuan rezim Pemilu.

“Yang juga sangat penting dari itu, lembaga legislatif dan eksekutif harus sama-sama memiliki political will untuk melakukan revisi UU tersebut secara professional,” tegasnya.

Baca Juga: Zona Air Minum Prima Kota Salatiga Resmi Digunakan, Pilot Project di Perumahan Puri Wahid Regency, Siap Minum Langsung dari Kran

Ditambahkan, pada aspek tawaran desain sistem Pemilu perwakilan berimbang, perwakilan proporsional daftar tertutup (CLPR) secara internal memiliki lebih banyak kekuatan daripada kelemahan.

Namun, secara eksternal, sistem CLPR memiliki lebih banyak ancaman daripada peluang. Karena itu, penerapan sistem CLPR pada Pemilu Indonesia harus menyelesaikan aspek-aspek negatif.

“Antara lain ketidakmampuan pemilih dalam menentukan caleg terpilih, kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengenal caleg yang merepresentasikan mereka, dan kegagalan masyarakat dalam membuat komitmen langsung dengan caleg,” jelas Ridho.

Sedangkan sistem perwakilan proporsional daftar terbuka (OLPR) secara internal memiliki lebih banyak kelemahan daripada kekuatan. Secara eksternal, sistem OLPR memiliki peluang dan ancaman yang seimbang.

Baca Juga: Sepuluh cara raih hidup bahagia, di antaranya fokus pada hal-hal positif

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X