HARIAN MERAPI – Sastrawan asal Jogja, Budi Sardjono atau akrab disapa Budsar pernah menulis novel berjudul Sang Nyai dan diterbitkan dalam bentuk buku.
Dengan novel berjudul Sang Nyai, warga Ngaglik Sleman ini berhasil meraih Penghargaan Bahasa dan Sastra dari Balai Bahasa Yogyakarta (BBY) pada 2012, silam.
Selain Sang Nyai, sampai saat ini Budsar sudah menulis tak kurang dari 35 karya novel berbahasa Indonesia dan 3 novel berbahasa Jawa.
Baca Juga: Mengerikan! Kawanan ulat bulu serbu permukiman warga
Bahkan menghasilkan pula karya-karya cerpen, menjadi nara sumber pelatihan menulis hingga terlibat pada seni pertunjukkan.
Suatu hal wajar jika dari konsistensi dalam mendedikasikan profesionalismenya kepada masyarakat luas, 10 tahun kemudian (dari 2012), Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman menetapkan Budsar berhak menerima Anugerah Kebudayaan kategori Kreator 2022, belum lama ini.
Menurut Budsar, diperolehnya Anugerah Kebudayaan kategori Kreator tersebut termasuk cara Pemkab Sleman menghargai jejak karya sastra yang telah lama digelutinya.
Baca Juga: Gempa susulan masih terjadi di Karangasem Bali
“Bukan hanya karya dalam bentuk buku maupun tulisan, tapi juga pelatihan-pelatihan menulis yang punya daya aruh mengajak orang maupun komunitas mencintai sastra dan literasi dalam arti luas,” papar Budsar.
Jejak karya sastra yang dicatat di sanubari para pembaca, sebutnya, juga merupakan penghargaan yang tak dapat dinilai secara materi. Adapun prestasi penting lainnya, seperti pada 1982 silam, ia terpilih menjadi juara II lomba menulis novelet (novel mini) yang digelar salah satu majalah terbitan Jakarta.
Novelet berjudul Kemarau Hutan Jati yang diikutkan lomba antara lain menceritakan seputar mafia blandong pencuri kayu. Salah satu juri lomba tersebut Prof Umar Kayam. Tak lama setelah pengumuman pemenang, ia menemui Prof Umar Kayam dan melemparkan beberapa pertanyaan.
Baca Juga: Digelar di empat daerah, DTS 2022 lahirkan banyak kreator digital baru
“Novelet saya kok bisa menang, Prof? Prof Umar Kayam menjawab singkat, ceritanya kuat, realis, dukungan data dan deskripsi suasananya kuat,” kenang Budsar.
Sedangkan pengalaman bersejarah saat awal-awal menggeluti bidang sastra, antara lain ia pernah bergabung dengan komunitas seniman yang mendirikan Persada Studi Klub di Malioboro.