HARIANMERAPI.COM - Pemerintah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Sabtu (3/9/2022). Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu/liter. Pertamax dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500/liter.
Pemerintah berdalih menaikkan harga BBM sebagai solusi terbaik untuk mengurangi beban subsidi yang tidak tepat sasaran
Dr. R. Stevanus C Handoko S.Kom., MM anggota DPRD DIY menilai keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan keputusan yang sulit diterima oleh rakyat.
Menurut Stevanus, kebijakan itu hanya akan menambah beban hidup masyarakat di DIY yang saat ini masih terpukul akibat pandemi Covid-19.
"Alasan terkait subsidi sebagai beban ekonomi yang salah sasaran, itu hanya retorika belaka pemerintah saja. Kenaikan harga BBM justru akan semakin menyusahkan masyarakat DIY," kata Stevanus dalam keterangannya, Senin (5/9/2022).
Menurutnya, imbas kenaikan BBM memiliki efek domino terhadap kenaikan harga barang pokok dan berbagai komoditas sehingga warga miskin yang menjadi wajah wong cilik makin sulit memenuhi kebutuhan.
Baca Juga: Kenaikan harga BBM, Ekonom : Pemerintah harus bisa berikan pemahaman kepada masyarakat
Lebih lanjut Stevanus mengatakan, pekerja sektor informal seperti kuli bangunan, UMKM, sopir andong, pramuwisata Malioboro, petani, ojek online, nelayan, sopir angkutan, pedagang keliling akan semakin sulit bertahan hidup akibat kenaikan BBM bersubsidi ini.
Kebijakan pemerintah memberikan bantalan berupa bantuan subsidi upah atau pun BLT, kata Stevanus, tidak sebanding dengan dampak kenaikan BBM bersubsidi dan memiliki potensi penerima BLT salah sasaran, dan masih banyak warga yang sebenernya membutuhkan tidak terdata dan tidak mendapatkan bantuan.
“Pemberian BLT hanya penyelesaian instan yang tidak begitu efektif menutup dampak kenaikan,” sambungnya.
Baca Juga: Harga Pertalite eceran di Manokwari Rp 20.000 perbotol, Pertamax dibanderol Rp 27.000
Menurut dia, pemerintah pusat seharusnya mencari terobosan progressive untuk menambah anggaran dengan melakukan penghematan, mengatasi kebocoran, merealokasikan/refocusing anggaran hingga menunda pengeluaran pembangunan infrastruktur yang tidak mendesak.
“Untuk jangka menengah dan panjang, sudah seharusnya pemerintah pusat memikirkan prioritas anggaran untuk meningkatkan pembangunan kilang minyak, membangun fasilitas pengolahan bahan mentah hingga menjadi BBM, meningkatkan kapasitas serta secara progressive untuk mempersiapkan transformasi penggunaan bahan bakar terbarukan seperti penggunaan listrik,” ujar Stevanus.