Semakin mendekati, ia semakin janggal, karena merasa diawasi di sepanjang langkahnya, sosok tak kentara itu seolah mengamatinya dari balik belukar.
Nur berucap kalimat untuk menguatkan batinnya, “Mbah, ngapunten cucune numpang lewat, mboten gada niat ngganggu, ngapunten nggih Mbah (Mbah, permisi numpang lewat, saya tidak punya niat mengganggu, maaf ya Mbah),”
Kalimat itu terus diucapkan dan Nur sampai juga di pusat keramaian itu. Banyak, banyak sekali orang, yang tua, muda.
Baca Juga: Kasus Suami Bakar Istri dan Anaknya di Kudus Dihentikan, Karena....
Mereka berkumpul di depan sebuah sanggar besar, ada alunan merdu musik gamelan, di tengah sanggar, seorang perempuan cantik sedang menari, sangat cantik.
Nur tidak pernah tahu, ada tempat seperti itu di desa KKN-nya, ia memang tidak mengikuti Pak Prabu saat mengajak rombongan keliling kampung.
Nur hanya berpikiran, bahwa sanggar itu, adalah tempat yang bisa digunakan warga desa untuk mengadakan hajatan.
Nur masih belum sadar, mengapa dan bagaimana bisa sampai ke sana, Nur hanya tahu, jika ia tersesat, dan tiba-tiba terdampar di tempat itu.
Ketika asyik menikmati pertunjukan, tiba-tiba, dan hanya Nur yang mendengarnya, seseorang berteriak, teriakannya memilukan.
Ketika ia mencari tahu sumber suara itu, meninggalkan keramaian, Nur terperosok, jatuh dari sebuah bukit, yang tidak terlalu tinggi.
Ia berusaha bangkit, tapi kakinya mati rasa. Saat itulah, ia melihat seekor ular menatapnya tajam, sisiknya berwarna hijau zamrud, tidak terlalu besar, tapi desisannya menakutkan.
Nur sekuat tenaga merangkak menjauh, tapi setelah itu muncul sosok yang ia kenal, berjalan mendekati Nur, dia Widya.
Widya memeluk ular itu, seperti peliharaannya, membiarkan ular itu, melilit lengannya, seakan-akan ular itu temannya.
Nur tidak tahu harus bicara apa. Tidak berlanjut juga mimpinya, karena tiba-tiba ia tersentak.