Pakar Bidang Gender dan Politik UMY: Pengesahan UU TPKS Suatu Kemajuan Hukum yang Bagus

photo author
- Rabu, 20 April 2022 | 20:52 WIB
Dosen HI UMY yang juga pakar bidang gender dan politik, Dr Nur Azizah MSi. ( Foto: Dok BHP UMY)
Dosen HI UMY yang juga pakar bidang gender dan politik, Dr Nur Azizah MSi. ( Foto: Dok BHP UMY)

BANTUL, harianmerapi.com – Disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada 12 April 2022 lalu mendapat banyak respon positif dari berbagai pihak.

Salah satunya oleh pakar bidang gender dan politik asal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Nur Azizah MSi. Dalam keterangannya, dosen Hubungan Internasional (HI) UMY ini menegaskan, langkah tersebut merupakan progres hukum yang bagus.

“Hal tersebut juga menunjukkan komitmen yang lebih baik dari pemerintah dalam menangani kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia,” jelasnya, Rabu (20/4/2022).

Baca Juga: Tingkatkan Kualitas Kempetisi Sepak Bola Nasional, PSSI Siapkan VAR

Adapun salah satu bentuk upaya konkrit dalam implementasi UU TPKS, sebut Dr Nur Azizah, perlu adanya perubahan budaya menuju kesetaraan gender. Namun meski UU TPKS sudah disahkan, masih banyak yang perlu dilakukan dan harus diperjuangkan agar korban kekerasan seksual memperoleh keadilan.

”Tapi berbicara kekerasan seksual memiliki sisi dilematis untuk mengusut tuntas menuju ranah hukum, misalnya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengusut ke ranah hukum,” terangnya.

Selain itu korban memiliki keinginan untuk melupakan kejadian yang dialami, serta adanya rasa takut jika mengalami sanksi sosial dan berimbas pada keluarga korban.

Baca Juga: Ayah Cabuli Anak, Polres Sukoharjo Berhasil Tangkap Pelaku

Oleh Karena itu, hadirnya UU TPKS diharapkan punya titik terang, yaitu disahkannya UU TPKS juga bagian dari mengubah peradaban yang lebih baik, yaitu dengan tidak memberikan toleransi kepada pelaku kekerasan seksual.

“Sehingga dengan hal tersebut bisa tercipta peradaban yang menghargai keadilan bagi semua pihak termasuk bagi korban kekerasan seksual,” paparnya.

Bagi Nur Azizah, kekerasan seksual merupakan kasus yang sangat sering terjadi di Indonesia, bahkan kekerasan seksual sudah terjadi saat sebelum Indonesia merdeka. Namun, selama ini kerap kali dianggap sebagai suatu hal yang tidak terlalu penting, sehingga pada saat itu merasa tidak perlu untuk diatur dalam Undang-Undang.

Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Wilayah Banggai Kepulauan di Sulawesi Tengah

“Problematika seperti ini, ungkapnya, terjadi karena hidup dalam belenggu budaya patriarki, yaitu sering memberikan sikap permisif terhadap hal-hal yang berkaitan kekerasan seksual,” beber Dr Nur.

Adapun contoh yang menjadi hal problematika dalam kasus kekerasan seksual, misalnya pada kasus pemerkosaan sering kali pelaku diberi hukuman sangat ringan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa sebelum disahkannya UU TPKS ini menganggap regulasi tersebut tidak terlalu penting. Sebab, adanya belenggu budaya patriarki tersebut maka tindak kekerasan seksual selalu terjadi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Pengangguran Curi Motor Mahasiswa di Warung Kopi

Rabu, 3 Desember 2025 | 08:00 WIB
X