HARIAN MERAPI - Pemilu 2024 nanti disinyalir masih rawan praktik politik transaksional. Kemungkinan politik transaksional pada Pemilu 2024 itu karena biaya pemilihan yang yang mahal.
Penyebab lain dari kemungkinan politik transaksional pada Pemilu 2024 juga karena pendanaan partai politik yang belum memadai.
Rawannya politik transaksional pada Pemilu 2024 tersebut diungkapkan Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Asmarni, SE, MM.
Baca Juga: Keris Omyang Jimbe suka usil, bisa diredam dengan dua cara ini
Menurutnya, awal dari masalah tersebut karena tiga sumber dana parpol sesuai Pasal 34 UU Nomor 2 Tahun 2011 tidak berjalan optimal, dan belum memenuhi standar ideal.
Tiga sumber dana parpol sesuai UU tersebut adalah iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan keuangan dari APBN/APBD.
Karena belum memadai, ketiga sumber dana parpol yang sah itu tidak bisa menutupi kebutuhan minimum pendanaan partai.
"Sementara itu sulit mengharapkan sumber dana legal bagi partai politik," kata Asmarni dikutip dari laman kemenkopolhukam, Sabtu (20/8/2022).
Menurut Asmarni, pembiaran kondisi pendanaan partai politik yang kritis dan berkepanjangan sama dengan membiarkan uang negara, sumber daya alam, dan kewenangan lainnya berada dalam lingkaran politik transaksional dan korupsi.
Dia menjelaskan, bahwa politik transaksional di Indonesia marak terjadi di sektor sumber daya alam (SDA).
Hal itu karena SDA memiliki nilai yang sangat strategis, sehingga para elit politik melakukan politik transaksional dengan para oligarki di bidang SDA.
Dia mengatakan, bahwa politik transaksional merupakan politik timbal balik. Setelah calon legislatif maupun eksekutif di tingkat pusat dan daerah memenangkan Pemilu atau Pilkada, mereka akan membalas jasa kepada para oligarki di bidang SDA.
Baca Juga: Liga 2: PSIM Jogja tergabung di Grup Tengah, ini tanggapan manajemen dan pemain