“Ndok, guk salahmu kok, sing ngetutke awakmu, iku ngunu gak nyaman mbek sing mok gowo (Nak, bukan salahmu kok, yang mengikutimu itu tidak nyaman dengan yang kamu bawa dari luar),”
“Maksude yok nopo Mbah, kulo mboten ngertos maksud njenengan (Maksudnya apa Kek, saya tidak paham maksud Kakek),”
Baca Juga: Cerita Lucu Memergoki Monyet Ekor Panjang Mencuri Ketela dan Cangkir Gompal untuk Suguhan Tamu
“Awakmu Ndok, iku ngunu onok sing njogo, yo sopo? Mbah Dok! Nah iku sing gak diterimo nang kene, ngerti Ndok (Kamu Nak, ada yang menjaga, siapa? Mbah Dok! Nah dia itu yang tidak diterima di sini, paham kamu),” Kakek itu memberi penjelasan.
“Kulo, njogo? Ngapunten kulo mboten paham (Saya, penjaga? Maaf saya tidak paham),” Nur bingung.
“Wes ngene ae, mene bengi, mampir rene maneh yo, tak duduno sesuatu (Sudah begini saja, besok malam mampir ke sini lagi ya, saya tunjukkan sesuatu),”
Meski tidak paham perkataan Pak Prabu dan kakek renta itu, Nur kembali ke rumah pondokan.
Yang ia paham benar adalah lelaki renta itu, menyebut dirinya Mbah Buyut.
Nur sampai pondokan, dan yang pertama ia lihat adalah Widya yang seperti sudah menunggunya.
Widya mengajukan pertanyaan aneh, seperti dari mana, kenapa tidak ditemani, tapi Nur enggan menceritakannya.
Sepertinya, lagi-lagi, Widya menemukan sebuah keganjilan.*