HARIAN MERAPI - Belakangan ini ramai penjualan online produk wine dengan merk Nabidz yang diklaim telah bersertifikat halal.
Namun Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Aqil Irham menegaskan bahwa lembaganya tidak pernah menerbitkan sertifikat halal untuk produk wine.
"Terkait informasi adanya penjualan online produk wine dengan merk Nabidz yang diklaim telah bersertifikat halal, kami perlu tegaskan bahwa BPJPH tidak pernah menerbitkan sertifikat halal bagi produk wine," katanya.
Baca Juga: Meski petani hanya 4,16 persen dari jumlah penduduk, Sukoharjo mampu swasembada beras
Aqil mengungkapkan bahwa pemilik jenama Nabidz memang mengajukan sertifikasi halal dan terdaftar di sistem Sihalal, tetapi pengajuan itu dimaksudkan untuk produk minuman jus buah, bukan wine.
Terkait dengan itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa produk minuman wine merek Nabidz berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium memiliki kadar alkohol tinggi sehingga haram dikonsumsi oleh warga Muslim.
Saat dimintai konfirmasi di Jakarta, Selasa (22/8/2023), Niam menyampaikan bahwa Komisi Fatwa MUI telah mendapat informasi mengenai tiga hasil uji laboratorium berbeda yang menunjukkan bahwa kadar alkohol produk tersebut tergolong tinggi, melampaui batas kandungan alkohol yang boleh dikonsumsi oleh warga Muslim.
Baca Juga: Sidang dugaan korupsi SSA, Saksi : Dakwaan harus menjadi rangkaian BAP
"Dari ketiga hasil uji lab tersebut diketahui bahwa kadar alkohol pada produk Nabidz cukup tinggi, maka haram dikonsumsi (oleh) Muslim," katanya.
Niam mengatakan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium tersebut menunjukkan bahwa proses sertifikasi halal produk Nabidz bermasalah.
Sesuai pedoman dan standar halal, ia menjelaskan, MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram dalam hal rasa, aroma, dan kemasan.
"Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine," kata dia.
Baca Juga: Modus penggandaan uang, warga Magelang alami kerugian Rp 1,45 miliar
Niam menjelaskan bahwa Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan, antara lain tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kriteria berikutnya yakni tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan atau minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan, termasuk babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao.