HARIAN MERAPI - Dewan Pengupahan Sukoharjo desak pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) gerak cepat meminta kepada pemerintah mengeluarkan regulasi sebagai dasar penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026.
Sebab dasar aturan tersebut belum keluar sampai sekarang dan tahun 2025 segera berakhir. Kondisi tersebut dikhawatirkan terjadi benturan antara buruh dan pengusaha terhadap penentuan angka usulan UMK karena masing-masing pihak memiliki pedoman sendiri.
Ketua Dewan Pengupahan Sukoharjo Sigit Hastono, Sabtu (13/12/2025) mengatakan, sampai saat ini regulasi yang ditunggu sebagai dasar penetapan UMK 2026 belum turun.
Baca Juga: Polemik tambang di lereng Slamet diklaim sudah ditangani Pemprov Jateng
Kondisi tersebut sangat meresahkan mengingat tahun 2025 segera berakhir dan waktu semakin mepet. Sebab setelah regulasi tersebut turun akan dilakukan pembahasan bersama dewan pengupahan Sukoharjo melibatkan buruh, pengusaha dan Pemkab Sukoharjo.
Dalam agenda tersebut dimungkinkan berlangsung alot seperti tahun sebelumnya karena buruh dan pengusaha memiliki pedoman sendiri dalam mengajukan angka usulan UMK.
Belum adanya regulasi penetapan UMK 2026 berdampak besar terhadap buruh sebab sering menanyakan kejelasan dasar aturan tersebut ke dewan pengupahan Sukoharjo. Apabila terus berlangsung maka kondisi ini akan mempersulit dewan pengupahan Sukoharjo dan daerah lain.
"Dewan pengupahan Sukoharjo atas kondisi ini mendesak kepada Pemprov Jateng segera bergerak cepat meminta kepada pemerintah mengeluarkan regulasi penetapan UMK 2026," ujarnya.
Baca Juga: Menjaga marwah diri yang positif dengan akhlak yang mulia
Sigit menjelaskan, nantinya setelah regulasi UMK 2026 keluar yang terpenting yakni menyamakan persepsi antara buruh dan pengusaha dalam menentukan angka usulan upah. Selanjutnya itu juga buruh dan pengusaha harus sepakat agar angka usulan UMK 2026 bisa diterima kedua belah pihak pihak.
"Dalam regulasi nanti akan diketahui mengenai formula penghitungan UMK 2026. Disini kemungkinan ada perbedaan persepsi buruh dan pengusaha. Itu sering terjadi setiap tahun saat pembahasan. Jadi kalau regulasi sekarang belum turun dan waktu semakin mepet jelas akan mempersulit," lanjutnya.
Ketua Forum Peduli Buruh (FPB) sekaligus Ketua Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI) Sukoharjo, Sukarno, mengatakan, keresahan buruh diterima FPB Sukoharjo mengingat Senin (8/12) lalu merupakan batas waktu terakhir bagi pemerintah segera mengumumkan regulasi yang akan digunakan sebagai penentu UMK 2026. Namun sampai sekarang belum ada kejelasan apapun dari pusat.
Buruh semakin resah karena waktu yang semakin mepet. Sebab saat ini sudah masuk Minggu kedua bulan Desember 2025. Kondisi tersebut dikhawatirkan berpengaruh pada pembahasan angka usulan UMK dari kabupaten ke provinsi.
Baca Juga: Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas
"Buruh sudah sangat resah tahun 2026 akan dapat upah berapa. Sebab saat ini belum ada kejelasan UMK 2026. Waktu sudah sangat mepet. Sekarang seharunya sudah diumumkan pemerintah regulasi yang digunakan tapi ternyata belum. Kami khawatir saat pembahasan nanti berjalan alot dan tidak ada titik temu antara buruh dengan pengusaha. Belum lagi tahapan sosialisasi karena menyisakan waktu sangat sedikit dan UMK ini akan mulai berlaku 1 Januari 2026," ujarnya.