Kepala KPAID Yogyakarta Silvy Dewayani M.Sc., Si., menambahkan dimensi psikologis dan perlindungan anak dalam seminar ini.
Menurutnya, pikiran dan emosi yang tidak terkontrol, tekanan batin dan frustrasi, menjadi faktor internal yang membuat siswa dan guru rentan terpapar paham radikal.
"Kepala Sekolah dan Guru memiliki peran penting dalam mendeteksi dan mengontrol siswa-siswinya. Guru harus peka terhadap kondisi sosial siswa dan mampu membentuk mental yang kuat agar anak mampu bangkit saat menghadapi tekanan," kata Silvy.
Dengan demikian, KPAID menekankan perlunya penguatan mindset positif melalui advokasi sosial, penguatan kurikulum pendidikan, serta advokasi kultural dan struktural sebagai bentuk pencegahan dini.
Baca Juga: Kawasan kumuh Dusun Ngronggo bakal Dituntaskan dan ditemakan Ngronggo Edupark
Di era digital, penggunaan gadget yang tidak terkontrol adalah ancaman besar yang berpotensi menimbulkan dampak negatif, mulai dari pornografi, cyber bullying, hingga propaganda paham radikal.
"Perlunya pendampingan dan pengawasan dari orang tua dan guru sangat diperlukan sebagai bentuk perlindungan anak. Kami menyerukan sinergitas yang lebih kuat dengan berbagai stakeholder seperti DP3AP2, Dinsos, Kemenag, dan Kesbangpol untuk bersama-sama berperan menjaga generasi muda," harapnya.
Seminar ini merupakan langkah strategis untuk mengaplikasikan strategi pencegahan (proaktif) di tingkat akar rumput yang komprehensif.
Baca Juga: Viral kasus tumbler hilang di Commuter Line akhirnya berujung mediasi, Argi tidak dipecat
Tujuan memutus penyebaran radikalisme dan memastikan lingkungan sekolah tetap aman dan kondusif. *