HARIAN MERAPI - Upaya mengembangkan industri kreatif ramah lingkungan terus dilakukan berbagai pihak, termasuk akademisi dan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Contoh yang telah menerapkan industri kreatif ramah lingkungan, yakni pemilik UMKM Batik Sekar Jagad Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Misalnya, berinovasi menggunakan pewarna alami dari limbah sabut kelapa dan jerami padi.
Inovasi berhasil diterapkan sebab telah mengikuti program yang diinisiasi tim dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan ketuanya, Dr Agung Utama MSi.
Baca Juga: Terbukti Hasut untuk Blokir Jalur Pantura, Dua Koordinator Aksi Demo di Pati Ditahan
Menurut Agung, program tersebut merupakan bagian dari Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) yang didanai oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melalui Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM).
Kegiatan UMKM Batik Sekar Jagad Klaten dilaksanakan pula secara bertahap dan mempunyai sejumlah tujuan, sehingga diharapkan mampu memberi banyak manfaat.
“Melalui pendekatan partisipatif-transformatif, program bertujuan meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran Batik Sekar Jagad agar lebih berdaya saing sekaligus ramah lingkungan,” ungkapnya, Rabu (5/11/2025).
Lebih lanjut, Agung menjelaskan, selama ini proses pewarnaan batik masih mengandalkan bahan sintetis yang berdampak pada lingkungan dan kesehatan perajin.
Baca Juga: 121 Siswa di Ponjong Keracunan MBG, Bupati Gunungkidul Minta BGN Berikan Sanksi Tegas
Sehingga, tim dari UNY berupaya mentransfer teknologi pewarna alami agar pelaku UMKM bisa kian mandiri. Produk yang dihasilkan juga ramah lingkungan (‘hijau’) dan bernilai ekonomi tinggi.
“Sabut kelapa yang biasanya terbuang, bisa menghasilkan warna coklat alami yang lembut, sedangkan jerami padi melalui pembakaran terkontrol memberikan warna hitam pekat yang khas,” urainya.
Ditambahkan Agung, proses pembuatan batik menggunakan pewarna alami tersebut, selain ramah lingkungan, biayanya juga lebih terjangkau atau murah dan bisa diterapkan langsung para perajin batik.
“Tahapan yang pernah kami laksanakan, misalnya ada pelatihan yang diikuti 29 peserta. Kemampuan teknis meningkat pesat atau skor keterampilan pewarnaan naik dari kategori rendah menjadi sangat tinggi,” terang Agung.