internasional

Benarkah Deklarasi New York merupakan pilihan realistis bagi Israel dan Palestina, begini analisis pakar

Rabu, 8 Oktober 2025 | 10:30 WIB
Menyoroti perundingan damai di wilayah konflik Gaza, Palestina melalui rencana AS terkait pelucutan senjata yang melibatkan Israel dan Hamas. (Instagram.com/@b.netanyahu)



HARIAN MERAPI - Tawaran perdamaian dari AS untuk Israel dan Palestina mengundang perhatian dunia.


Dikatakan, Deklarasi New York merupakan solusi dua negara sebagai paling realistis.


Demikian disampaian dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Asep Setiawan.
Ia menilai bahwa Deklarasi New York yang menegaskan Solusi Dua Negara untuk Palestina dan Israel sebagai pilihan paling realistis untuk perdamaian di Gaza.

Baca Juga: Ramalan zodiak cinta dan karir Gemini besok Rabu 8 Oktober 2025, cobalah sesuatu yang baru untuk mengeluarkan sisi terbaik

“Ke depan memang mau tidak mau, secara realistis, Deklarasi New York tanggal 22 September itu merupakan pilihan yang realistis menurut saya saat ini,” kata Asep dalam seminar yang disaksikan secara daring di Jakarta, Selasa.

Mengingat penderitaan rakyat Palestina, terutama Gaza, Asep menegaskan bahwa fokus global saat ini seharusnya kepada masyarakat Palestina. Setiap negara dan rasa kemanusiaan itu, dinilainya harus fokus kepada upaya untuk mengamankan Gaza.

Kendati Solusi Dua Negara masih menjadi perdebatan, Asep menyampaikan bahwa gagasan tersebut sudah muncul melalui Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1947. Gagasan itu juga yang resmi dianut oleh Indonesia untuk mewujudkan perdamaian di Gaza.

Baca Juga: Masjid Sunan Ampel di Surabaya masuk masjid tertua ketiga di Indonesia, dibangun dengan arsitektur Jawa kuno dan bernuansa Arab

Kendati implementasi Solusi Dua Negara masih sulit dilakukan karena Israel tidak menyetujuinya, akademisi itu menyampaikan bahwa solusi itu salah satu pilihan yang realistis.

Pengakuan negara Palestina melalui Solusi Dua Negara juga sudah mulai diadopsi oleh berbagai negara yang sebelumnya belum mengakui kemerdekaan Palestina.

“Poinnya adalah pengakuan negara-negara besar, seperti Inggris, kemudian Perancis, Kanada dan negara-negara ini termasuk Australia, ini merupakan salah satu angin segar sebelumnya yang kemudian harus ditegakkan. Jadi tidak ada lagi gagasan mengungsikan seluruh Gaza,” ucapnya.

Lebih lanjut, Asep menyoroti peningkatan peranan organisasi regional seperti Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menjadi mediator efektif di Gaza. Menurutnya, reformasi internal dan mekanisme hukum kolektif menjadi tuntutan mendesak, seiring adanya polarisasi internal di negara-negara Arab.

“Perbedaan sikap terhadap Hamas menimbulkan fragmentasi internal di Gulf Cooperation Council (GCC). Polarisasi ini menguji batas solidaritas Arab antara idealisme Islamisme dan realitas politik pragmatis,” kata Asep.

Baca Juga: Masjid Sunan Ampel di Surabaya diyakini memiliki ‘karomah’

Dia menegaskan agar negara-negara Arab mereformasi sistem pengambilan keputusan, peningkatan mekanisme penegakan hukum global, serta pembentukan database pelanggaran hukum internasional.

Halaman:

Tags

Terkini