semarang

Kasus pemerasan junior, dokter PPDS Undip dijatuhi hukuman 9 bulan penjara

Rabu, 1 Oktober 2025 | 17:25 WIB
Terdakwa kasus pemerasan dokter residen junior PPDS Anestesi Undip Semarang Zara Yupita Azra berkonsultasi dengan penasihat hukum saat sidang di PN Semarang, Rabu (ANTARA/I.C. Senjaya)

HARIAN MERAPI - Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro Semarang Zara Yupita Azra dijatuhi hukuman 9 bulan penjara.

Zara Yupita Azra dijatuhi hukuman dalam tindak pidana pemerasan terhadap dokter residen junior di lembaga pendidikan itu.

Putusan yang dibacakan Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin dalam sidang di PN Semarang, Rabu (1/10/2025) , lebih ringan dari tuntutan penuntut umum selama 1,5 tahun penjara.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 368 Ayat 1 tentang pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut," katanya seperti dilansir Antara.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai terdakwa yang merupakan residen PPDS Anestesi angkatan 76 meminta para residen angkatan 77 untuk membayar iuran yang digunakan untuk berbagai kebutuhan operasional selama menjalani pendidikan.

Baca Juga: Hati-hati! Radikalisasi menyusup lewat 'game online. Ini buktinya.....

Iuran yang harus dibayarkan tersebut diperuntukkan bagi berbagai kebutuhan, seperti penyediaan makan prolong hingga membiayai joki tugas residen senior.

Selain itu, terdapat berbagai tugas yang harus dilakukan oleh residen junior akibat adanya sistem hierarki di lingkungan lembaga PPDS anestesi tersebut.

Hakim menilai perbuatan terdakwa tersebut tidak berdasarkan hukum atau sebagai perbuatan melawan hukum.

Hakim menilai terdapat relasi kuasa bersifat hierarki. "Kekuasaan satu pihak atas pihak lainnya," tambahnya.

Baca Juga: Insiden pesantren ambruk di Sidoarjo, 26 santri masih dirawat intensif di sejumlah rumah sakit

Menurut dia, terdapat sistem tingkatan antarangkatan yang berlaku turun temurun, serta pemberlakuan pasal dan tata krama anestesi dari senior terhadap junior.

Hakim menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang ramah dan terjangkau.

Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun penuntut umum sama-sama menyatakan pikir-pikir.(*)

Tags

Terkini