news

Indonesia butuh regulasi AI menuju kedaulatan digital, begini langkah yang akan ditempuh pemerintah

Kamis, 3 Juli 2025 | 12:00 WIB
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria memberi sambutan dalam acara peluncuran Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas di Kantor Kementerian Komdigi, Jakarta, Senin (10/3). (ANTARA/Fathur Rochman)



HARIAN MERAPI - Perkembangan teknologi digital semakin cepat dan Indonesia harus cepat mengantisipasi. 


Sejauh ini Indonesia belum memiliki regulasi artificial intelligence atau AI untuk kedaultan digital.


Persoalan ini disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria dalam keterangan pers baru-baru ini di Jakarta.

Baca Juga: Pemerintah berencana naikkan tarif ojol, begini tanggapan pelaku industri aplikasi


Ia mengatakan Indonesia harus menyiapkan regulasi terkait kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) untuk pembuka jalan menuju kedaulatan digital.

“Sebetulnya jelas sekali kalau kita ingin membuat satu regulasi dan lain sebagainya kita harus lihat geopolitik pengembangan AI ini. Atlas of AI itu harus jadi pedoman untuk membuat regulasi AI untuk Indonesia kalau kita mau teknologi yang berdaulat,” kata Nezar

Nezar mengatakan untuk berdaulat digital di tengah derasnya arus transformasi global, Indonesia harus menyiapkan ekosistem nasional yang kuat mulai dari riset dan pengembangan (R&D), komputasi, regulasi, hingga talenta digital unggul.

Indonesia, lanjut Nezar, memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang sangat strategis untuk industri chip dan komputasi AI global, seperti nikel, boron, hingga mineral penting lainnya. Namun, belum ada desain besar yang mampu menjadikan kekayaan tersebut sebagai bagian dari ekosistem global AI.

Baca Juga: Ramalan zodiak Taurus besok Jumat 4 Juli 2025 soal cinta dan karir, mampu menangani situasi apa pun yang muncul dalam urusan hubungan

Untuk memperkuat posisi Indonesia, Nezar menekankan pentingnya membangun pusat riset dan cluster komputasi dalam negeri yang kuat, baik dari sisi hardware, infrastruktur, maupun kapasitas data.

Sebab, saat ini dana riset dan pengembangan (R&D) Indonesia hanya 0,24 persen dari total GDP sehingga perjalanan menuju kedaulatan digital, khususnya di bidang AI, masih lambat.

“Nah tanpa R&D ini agak susah kita bisa mengembangkan AI yang berdaulat, AI yang milik kita sendiri. Untuk membangun semuanya dibutuhkan komputasi yang cukup kuat, infrastruktur yang mumpuni. Dua hal ini masih dalam perencanaan,” ujarnya.

Selain itu, data-data kecerdasan buatan yang saat ini digunakan masih berpedoman pada model yang dibuat negara pengembangnya seperti Amerika Serikat, sehingga nilai-nilai yang dianut adalah yang ada di barat.

Baca Juga: Leroy Sane Hengkang, Bayern Muenchen Pertimbangkan Boyong Marcus Rashford dari MU

Alhasil, data AI yang dihasilkan bias dengan apa yang menjadi budaya masyarakat di luar Amerika termasuk stereotyping terhadap kelompok-kelompok tertentu, ras tertentu, bangsa.

Halaman:

Terkini

PPDI Merah Putih Ingin Berpatisipasi MBG dan KDMP

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:00 WIB