gunungkidul

Mengenal Wayang Topeng Duwet yang menjadi bagian dari Nyadran Sumur Soka di Kalurahan Duwet, Gunungkidul

Sabtu, 15 Februari 2025 | 21:00 WIB
Pertunjukan Wayang Topeng Duwet (MERAPI-KEMDIKBUD.GO.ID)

HARIAN MERAPI - Nyadran merupakan tradisi yang masih banyak dilaksanakan di berbagai wilayah di sekitar kita. Begitu pula dengan Wayang Topeng Duwet, yang bahkan sudah menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) yang ada di DIY.

Konon sejarah Wayang topeng duwet sendiri muncul setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755.

Pada awalnya ada tiga topeng utama yang merupakan pemberian dari Kraton Yogyakarta, yaitu Topeng Klana Sewandana, Topeng Bancak dan Topeng Doyok. Wayang ini berfungsi untuk ritual dan hiburan.

Baca Juga: Karakteristik pendidik ideal menurut Quran dan Sunnah

Pada masa Pemerintahan Bupati Kanjeng Tumenggung Prawirosentiko, Wayang Topeng Duwet yang sebelumnya sebagai kesenian barangan untuk menghibur masyarakat dan sebagai sumber mata pencaharian pemainnya, berubah fungsi sebagai seni ritual karena mulai menjadi bagian dari Nyadran Sumur Soka di Kalurahan Duwet, Gunungkidul.

Pada masa kepemimpinan Pawiro Taruno, kesenian Wayang Topeng Duwet mengalami perkembangan, tak hanya dipentaskan untuk acara Nyadran Sumur Soka, namun juga dipentaskan di daerah sekitar Kalurahan Duwet.

Wayang Topeng Duwet sempat mengalami kemunduran, bahkan tidak ada aktivitas kesenian di Kalurahan Duwet pada tahun 1965, ketika masa G.30S PKI.

Peristiwa G 30 S PKI berdampak pada keberlangsungan kesenian Wayang Topeng Duwet. Ketika itu, banyak pemain topeng yang 'terciduk' dan tercatat sebagai anggota Lekra. Tidak ada yang berani berkesenian pada masa itu.

Baca Juga: Untuk atasi sampah di lingkungan pendidikan, Pemda DIY luncurkan purwarupa insinerator

Pasca peristiwa G30 S PKI, kesenian Wayang Topeng Duwet mulai dipentaskan kembali pada tahun 1979.

Dibawah pimpinan Pawiro Taruno, Wayang Topeng Duwet dipentaskan lagi dan Nyadran Sumur Soka dilaksanakan kembali.

Dilansir laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, setelah Karana meninggal, anaknya tidak ada yang meneruskan pelestarian Wayang Topeng Duwet.

Nardi sebagai salah satu pelaku Wayang Topeng Duwet, kemudian mencari penerus yang masih ada hubungan keluarga dengan Karana.

Baca Juga: Efisiensi anggaran jangan sampai kurangi hak publik

Pilihan jatuh kepada Bagas Wisnu Admaja atau biasa dipanggil Inu, pemuda berbakat yang terlihat tekun mencintai tradisi Wayang Topeng dan Nyadran Sumur Soka, sehingga regenerasi sudah mulai dilakukan, bahkan beberapa anak muda mulai dirangkul oleh Nardi Purwanto untuk turut serta dalam melestarikan Wayang Topeng Duwet.

Halaman:

Tags

Terkini